Semua Kacau Karena Perang, Bank Sentral di Dunia Kalang Kabut

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Bank Dunia atau World Bank, Ajay Banga mengungkapkan, semakin memburuknya peperangan yang terjadi antara Hamas dan Israel saat akan memicu permasalahan ekonomi dunia semakin parah.
Di tengah permasalahan tren suku bunga acuan yang tinggi, kondisi peperangan itu menurutnya akan membuat para pimpinan bank sentral di berbagai negara dibuat pusing untuk mengendalikan aliran modal asing yang terus keluar hingga perolehan dolar dari aktivitas perdagangan internasional yang kian terganggu.
"Saya meyakini bahwa peperangan itu akan benar-benar menyulitkan, dan sangat menantang bagi bank sentral yang sedang berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang sulit saat ini," kata Banga saat konferensi pers World Bank-IMF 2023 Annual Meetings, dikutip Kamis (12/10/2023)
Ajay mengungkapkan, dari hasil perjalanannya selama ini ke berbagai negara-negara klien Bank Dunia, tergambar bahwa situasi dunia saat ini telah membuat arus dana investasi semakin sulit dicari dan aktivitas perdagangan dunia semakin tertekan.
Potensi permasalahan aktivitas perdagangan ini menurutnya akan semakin mengganggu rantai pasokan global yang telah terkendala akibat konflik Rusia dan Ukraina. Peperangan di kedua negara itu pun telah memberi dampak pada tingginya harga pangan dunia dan energi, sehingga inflasi sulit terkendali.
Oleh sebab itu, Ajay meyakini, akan sulit bagi setiap bank sentral di dunia saat ini untuk mengendalikan stabilitas ekonominya serta menjaga daya tahan pertumbuhannya supaya tidak jatuh signifikan atau soft landing.
"Jadi tantangannya terhadap arus investasi dan perdagangan, terutama di negara-negara klien kami. Itulah yang menjadi perhatian saya," ucap Banga.
Sebagai informasi, berdasarkan catatan tim riset CNBC Indonesia, perang Hamas melawan Israel telah memberikan dampak pada pasar global yang dicerminkan oleh harga minyak dan emas yang lebih tinggi, penguatan dolar Amerika Serikat (AS), dan penurunan saham maskapai penerbangan merupakan beberapa dampak finansial langsung dari konflik ini, yang berpotensi mengganggu stabilitas kawasan Timur Tengah.
Dilansir dari Refinitiv, pada Senin (9/10/2023), harga minyak Brent naik 4,22% dan diikuti dengan WTI yang menguat 4,33%. Sedangkan harga emas dunia terapresiasi 1,56%. Sementara dolar AS menguat tipis 0,03%.
Bagi Indonesia, perang di Timur Tengah itu pun bisa memberikan konsekuensi. Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, dampak perang itu ke Indonesia masuk melalui jalur kenaikan harga energi, karena Indonesia merupakan negara net importir minyak mentah dunia.
"Dikaitkan dengan perang dan kenaikan harga komoditas dan energi itu memang tidak bisa dihindarkan, tentu saja ketika terjadi perang seringkali yang dimainkan harga minyak," kata Andry dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Selasa (10/10/2023).
"Ke depan kalau harga minyaknya lebih agresif naiknya dibanding kenaikan harga komoditas utama Indonesia seperti batubara dan CPO, sebagaimana kita ketahui kalau kenaikan harga minyak beri pressure ke fiskal, karena kita net importir," tutur Andry.
Oleh sebab itu, Andry mengatakan, mau tidak mau inflasi akan berpotensi terkerek naik, ditambah potensi kenaikan harga pangan akibat efek kepanjangan dari fenomena iklim kering ekstrem seperti El Nino. Maka, antisipasi pengendalian harga ke depan menjadi semakin penting.
"Jadi perlu juga ada komitmen dengan negara-negara lain terutama yang penghasil beras untuk kita lock bukan hanya tahun ini untuk mereka tetap bisa ekspor di 2024 ke Indonesia, jadi kita bisa securing supply berasnya di tahun ini maupun tahun depan," tegas Andry.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Israel Terima Persenjataan Canggih dari AS untuk Lawan Hamas
