Aturan Wajib 'Parkir' DHE di RI Dievaluasi 3 Bulan Lagi!
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan pemerintah akan segera mengevaluasi penerapan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dalam waktu dekat ini. Evaluasi ini akan diadakan di tengah ketidakpastian ekonomi yang tinggi.
Sementara itu, di sisi lain, gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terus mengalami pelemahan saat ini. Pelemahan rupiah ini tentu saja akan menggerus devisa.
"Indonesia menerapkan devisa hasil ekspor yang diharapkan 3 bulan lagi kita mulai akan mengevaluasi di tengah ketidakpastian US dolar ini, devisa ini menjadi penting dan kita sudah menyiapkan obat sebelum hujannya turun," kata Airlangga dalam acara UOB Gateway to ASEAN Conference 2023, di Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan PP Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA), sebagai revisi dari PP Nomor 1 Tahun 2019. Dengan aturan ini, eksportir wajib menaruh DHE di Tanah Air dalam waktu 3 bulan.
Airlangga pun sebelumnya menjelaskan bahwa potensi optimalisasi DHE sumber daya alam (SDA) ini sangat besar, dimana dari data tahun 2022, data DHE dari 4 Sektor yang wajib DHE (Pertambangan, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan) totalnya mencapai US$ 203,0 Miliar setahun atau sebesar 69,5% dari total ekspor.
"Dengan adanya ketentuan 30% DHE SDA wajib disimpan di SKI, maka setidaknya terdapat potensi ketersediaan likuiditas valas dalam negeri (hasil dari penempatan DHE SDA) sebesar US$ 60,9 miliar," terang Menko Airlangga.
Kewajiban DHE SDA hanya diberlakukan atas ekspor SDA yang nilai ekspornya minimal USD250 ribu, sehingga tidak akan berdampak terhadap eksportir kecil dan menengah.
"Eksportir kecil dan menengah yang merupakan UMKM tidak akan terdampak dengan kewajiban DHE SDA ini. Bahkan mereka dapat secara voluntary menempatkan DHE SDA-nya, untuk mendapatkan insentif bunga dan fasilitas perpajakan," ujar Menko Airlangga.
Lebih lanjut, ekonom senior yang juga merupakan Wakil Menteri Keuangan periode 2010-2014 Anny Ratnawati menilai, kebijakan yang mewajibkan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) perlu diperluas. Tidak hanya untuk sektor sumber daya alam atau SDA, melainkan juga ke sektor manufaktur yang kinerja ekspornya tinggi.
Menurutnya, perluasan ini penting untuk mengantisipasi semakin keringnya pasokan atau supply dolar di tanah air di tengah tren penguatan kurs dolar Amerika Serikat (AS) saat ini. Anny menganggap, penguatan kurs dolar akan berlangsung lama mengingatkan bank sentral AS masih memberi sinyal untuk menerapkan kebijakan suku bunga tinggi dalam jangka waktu lama.
"Usulan saya sih lakukan kajian, Kemenkeu dengan BI, libatkan asosiasi mengapa perlu untuk dibayangkan untuk dilakukan analisis hari ini, karena 2024 kita kan kemungkinan masih pada sitausi seperti hari ini," kata Anny dalam program Money Talks CNBC Indonesia, Rabu (11/10/2023).
Anny menilai, sektor industri manufaktur yang perlu dipertimbangkan untuk dikenakan kewajiban parkir DHE adalah sektor industri yang gencar ekspor selama ini. Namun, ia mengingatkan, perluasan kebijakan ini perlu diperhitungkan secara cermat dan hati-hati supaya tidak mengganggu iklim usaha industri.
"Saya belum punya datanya, karena yang tadi saya katakan kita perlu lakukan review tapi kan yang tidak ekstraktif kita terakhir ada ekspor yang positif kan, mesin-mesin, kendaraan, alat-alat, mesin, dan kendaraan bisa kita lihat," kata Anny.
(haa/haa)