Efek Rupiah Anjlok, Harga HP, Tempe & Mie Instan Bisa Meroket
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga barang impor berpotensi naik akibat tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi beberapa bulan terakhir. Bahkan, perusahaan yang menggunakan barang impor sebagai bahan bakunya pun bersiap menghadapi tekanan.
Jika kondisi pelemahan rupiah terus berlanjut, maka bahan baku yang diimpor a.l. obat, gandum hingga kedelai akan meroket. Hal ini bisa berdampak pada kenaikan mie instan, roti, tempe, tahu hingga obat-obatan. Tidak hanya komoditas ini, harga gadget dan elektronik yang umumnya diimpor dari luar negeri pun bisa naik.
Sebagai informasi, rupiah terpuruk terhadap dolar AS selama 5 bulan beruntun. Terkoreksi 19 pekan, menguat 3 pekan, dan 1 pekan tidak mengalami perubahan sejak Mei 2023. Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.605/US$ per akhir pekan ini.
Wakil Ketua Umum Koordinator IV Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Carmelita Hartoto mengatakan, khusus bagi perusahaan yang memiliki utang dalam dolar tapi pendapatannya dalam bentuk rupiah tentu akan mengalami tekanan bisnis dari adanya penguatan dolar AS itu.
"Begitu juga dengan pelaku usaha yang memang banyak menggunakan barang impor tentu pelemahan rupiah akan menambah cost perusahaan," kata wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Perhubungan dan Logistik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (9/10/2023).
Dengan adanya kondisi ini, Carmelita mengatakan, pengusaha akan mengambil langkah antisipasi seperti mengurangi pos-pos beban usaha, hingga penundaan investasi. Ini dilakukan meskipun tidak akan menyikapi secara berlebihan karena fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar menurutnya memang bagian dari dinamika usaha.
Salah satu perusahaan atau industri yang masih mengandalkan impor sebagai bahan baku produksinya adalah sektor farmasi. Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk, Vidjongtius, membenarkan bahwa penguatan kurs dolar itu membuat harga bahan baku produksi sektor usaha ini mulai meninggi.
"Jadi tantangannya lebih ke harga bahan baku impor yang masih mahal dalam mata uang asingnya. Sudah pasti rupiah yang stabil akan sangat membantu industri secara umum," ucap Vidjongtius.
Pelaku usaha lain yang mengandalkan impor sebagai bahan bakunya, yakni sektor industri makanan dan minuman, juga memperkirakan akan adanya kenaikan dari barang-barang impor. Bahkan, karena barang impor yang menjadi bahan baku industri tinggi, membuat ukuran barang hasil produksi akan diperkecil untuk dijual di Indonesia.
"Yang agak mengkhawatirkan ada kenaikan harga pokok karena bahan baku kita banyak impor," ujar Adhi.
"Jadi opsi ke sana (resizing) selalu ada, kita berupaya bagaimana supaya enggak rugi, tentunya efisiensi, pencarian alternatif bahan baku dan resizing ukuran menjadi alternatif juga. Ya (resizing) seperti Chiki dan sebagainya," tegasnya.
Rupiah memang tengah mengalami volatilitas cukup tinggi pada 2023. Pergerakan rupiah tahun ini berada di rentang Rp 14.665-15.630/US$ dengan level terburuk menyentuh Rp15.630/US$ awal tahun (6/1), walaupun tidak lama berselang, langsung rebound pada (2/2) menjadi Rp14.875/US$.
Rupiah kembali melemah menjadi Rp 15.445/US$ pada bulan setelahnya (10/3). Lalu kembali menguat menjadi Rp14.665/US$ pada awal kuartal II (28/4). Sejak Mei, rupiah menunjukkan tren pelemahan dan terus bergerak hingga tembus ke atas Rp 15.600 /US$ saat ini, mendekati level tertinggi awal tahun ini.
(haa/haa)