
Aktifitas Batu Bara di Samarinda Tersendat, Ini Masalahnya..

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha batu bara menolak penetapan tarif baru pengapalan yang diberlakukan oleh PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) di Muara Berau Samarinda. Kondisi ini lantas berpotensi menghambat pengapalan batu bara hingga mencapai 90 juta ton per tahun.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan penetapan usulan tarif baru membuat proses pengapalan batu bara untuk ekspor maupun domestik yakni PLN menjadi tersendat.
Hendra sendiri tak memerinci secara detail seberapa besar pasokan batu bara ke PLN atau domestik yang terhambat. Namun, kondisi ini berpotensi menghambat proses pengapalan batu bara hingga mencapai 90 juta ton per tahun yang melalui jalur tersebut.
"Itu untuk semua, dengan asumsi 25% ke PLN, asumsi ya kita kan nggak tahu detailnya karena kan nggak semua anggota APBI jadi ya diperkirakan dalam setahun sekitar hampir 90 juta ton batu bara yang lewat dikapalkan lewat pelabuhan itu. Jadi kira-kira kalau asumsi 25% itu semua PLN jadi sekitar itu lah 20'an juta ton ke dalam negeri termasuk ke PLN," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (5/10/2023).
Hendra menjelaskan penetapan tarif baru ini juga cukup berdampak bagi perusahaan. Pasalnya, penetapan tarif baru telah membebani pengusaha sebesar US$ 82 sen per ton.
"Dan selama ini ditangani oleh KSOP sudah berlangsung lama dan aktivitas di situ sudah menurut kami sudah bagus ditangani KSOP dan tarifnya dianggap bisa diterima lah ya. Memang KSOP yang ini dan berlangsung dengan baik dan sekarang ada operator baru BUP badan usaha pelabuhan baru yang ditunjuk," kata dia.
Ketua Umum APBI Pandu Sjahrir menyatakan, tarif ini ditetapkan sepihak tanpa mempertimbangkan masukan dari para pihak yang terdampak. Misalnya seperti penambang dalam kapasitas sebagai "shipper", perusahaan penyewaan floating crane (FC) dan floating loading facility (FLF), perusahaan bongkar muat (PBM).
Tercatat, terdapat sekitar 20 perusahaan anggota APBI-ICMA (shipper) beroperasi di Muara Berau yang keberatan dengan tarif yang menambah beban biaya yang belum disepakati oleh pihak shipper. Perusahaan anggota APBI-ICMA bukan hanya mengirim batubara dari Muara Berau untuk ekspor tetapi juga untuk domestik.
Pandu menyatakan, usulan dan rekomendasi dari APBI-ICMA tidak dipertimbangkan antara lain karena di dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 121 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 72 Tahun 2017 tentang Jenis, Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetapan Tarif Jasa Kepelabuhanan di Pasal Pasal 18 ayat (1) huruf b (2), APBI- ICMA tidak termasuk sebagai pihak pengguna jasa.
"APBI-ICMA sudah mengajukan surat permohonan ke Kementerian Perhubungan agar segera merevisi PM No. 121 Tahun 2018 dengan mencantumkan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) sebagai salah satu pengguna jasa yang wajib dilibatkan dalam pembahasan usulan tarif jasa kepelabuhanan," ungkap Pandu dalam siaran tertulisnya, Selasa (3/10/2023).
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret 'Sesaknya' Jalur Utama Tongkang Batu Bara di Sungai Mahakam
