Dorong Pemerataan, Sri Mulyani Transfer Pemda Rp857 T di 2024

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Senin, 02/10/2023 19:20 WIB
Foto: Desa. (Dok. Kemenkeu)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Otonomi Daerah dan Desentralisasi fiskal menjadi alat untuk pemerataan ekonomi hingga pelosok Indonesia. Salah satu perwujudannya adalah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu kebijakan Transfer ke Daerah (TKD).

"Yaitu suatu kesatuan pendanaan yang dialokasikan dari penerimaan negara dengan tujuan mengurangi ketimpangan fiskal Pusat dan Daerah serta ketimpangan fiskal dan pelayanan publik antar daerah," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman, dikutip Senin (10/2/2023).


Foto: Kebijakan Otonomi Daerah dan Desentralisasi fiskal menjadi alat untuk pemerataan ekonomi hingga pelosok Indonesia. (Dok. Kemenkeu)

Hal ini tertuang jelas dalam Pasal 18 dari Undang-Undang Dasar 1945. Pasal ini menegaskan NKRI dibagi atas daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Tugas ini mencakup hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Luky mengungkapkan alokasi TKD dalam APBN terus mengalami kenaikan dan peningkatan dalam satu dekade ini. Tahun 2014 alokasi TKD mencapai Rp573,7 triliun.

TKD tahun 2015 naik menjadi Rp 623,1 triliun dan TKD tahun 2016 sebesar Rp 710,3 triliun. Lalu, TKD 2017 tercatat sebesar Rp 742 triliun dan TKD 2018 mencapai Rp 757,8 triliun.

Kemudian, pada 2019, TKD meningkat sebesar Rp 813 triliun. Tahun 2020, TKD tercatat senilai Rp 762,5 triliun.

Sementara itu, TKD tahun 2021 sebesar Rp 785,7 triliun dan TKD tahun 2022 berada di angka Rp816,2 triliun. Data terkini, TKD pada 2023 menjadi Rp 814,7 triliun.

Tahun depan, Luky memastikan TKD dalam APBN 2024 kembali meningkat 5,2%, menjadi sebesar Rp 857,6 triliun. Adapun, Luky memaparkan kebijakan TKD 2024 ini dilandasi oleh tujuh fokus.

Pertama, meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah serta harmonisasi belanja pusat dan daerah. Kedua adalah upaya meningkatkan kualitas pengelolaan TKD.

Ketiga, memperkuat penggunaan earmarking TKD pada sektor prioritas. Keempat, meningkatkan efektivitas dan optimalisasi penggunaan TKD mendukung pencapaian program nasional dan kelima adalah menerbitkan pedoman/juknis dan regulasi yang sederhana, terintegrasi dan tersinkronisasi sebelum tahun anggaran dimulai.

Foto: Kebijakan Otonomi Daerah dan Desentralisasi fiskal menjadi alat untuk pemerataan ekonomi hingga pelosok Indonesia. (Dok. Kemenkeu)

Keenam, meningkatkan harmonisasi kebijakan dan pengalokasian TKD untuk mengatasi stunting, kemiskinan, inflasi, dan investasi dan Terakhir, mendorong pemda agar menggunakan TKD untuk kegiatan yang produktif dengan multiplier effect yang tinggi.

Selain itu, Luky menambahkan peningkatan TKD pada TA 2024 ini juga digunakan terutama untuk menampung kebijakan prioritas, antara lain: Dukungan terhadap penggajian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Daerah serta kenaikan gaji pokok Aparatur Sipil Negara (ASN) Daerah; Peningkatan pelayanan publik di daerah; Dukungan operasional bagi sekolah, PAUD dan pendidikan kesetaraan; serta dukungan penanganan kemiskinan ekstrem dan stunting di daerah.

Luky menilai penanganan kemiskinan ekstrem dan stunting di daerah memerlukan intervensi dari pemerintah pusat, melalui TKD.

"Mengenai pengentasan angka kemiskinan ekstrem tidak akan tercapai bila hanya mengandalkan program-program pemerintah pusat. Perlu adanya dukungan program dari pihak yang paling kecil, yaitu perangkat pemerintah desa. Karena itu, harmonisasi kebijakan fiskal pusat dan daerah menjadi hal sangat penting," ujar Luky.

Rincian TKD 2024

Dalam Undang-Undang APBN 2024, alokasi TKD sebesar Rp857,6 triliun tersebut. Dari nilai tersebut, rinciannya mencakup Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp143,10 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2023 lalu sebesar Rp136,3 trilun.

Luky menegaskan penambahan alokasi Dana Bagi Hasil ini bertujuan mengurangi vertical imbalance dengan memberikan DBH kepada daerah penghasil, pengolah, daerah lain yang berbatasan langsung, dan daerah dalam satu provinsi.

Kemudian, Dana Alokasi Umum (DAU) sebanyak Rp427,7 triliun, yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp396 triliun.

"Sedangkan Dana Alokasi Umum, diarahkan untuk meningkatkan pemerataan layanan publik dan kemampuan keuangan antar daerah. Diantaranya dengan kebijakan kenaikan belanja gaji dan tunjangan melekat ASN Daerah sebesar 8% dan dukungan penggajian PPPK yang telah diangkat oleh Pemda," paparnya.

Lalu, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp188,1 triliun yang terdiri dari DAK Fisik sebesar Rp53,8 triliun, DAK Non Fisik sebesar 133,8 triliun, dan Hibah ke Daerah sebesar 0,5 triliun. Angka DAK ini meningkat daripada tahun lalu sebesar Rp185,8 triliun.

Dana Alokasi Khusus, tegas Luky, bertujuan untuk meningkatkan layanan prioritas baik fisik dan nonfisik, termasuk infrastruktur dan operasional layanan publik di daerah Penambahan DAK Fisik bersumber dari pergeseran hibah ke daerah. Sementara itu, penambahan DAK Nonfisik karena adanya perubahan target output alokasi Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Tunjangan Khusus Guru (TKG) pada ASN di daerah dengan memperhitungkan kenaikan gaji.

Di samping itu, ada Dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar Rp18,3 triliun yang lebih besar dari tahun sebelumnya senilai Rp17,2 triliun.

TKD juga mencakup Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp1,4 triliun atau sama dibandingkan tahun 2023 dan Dana Desa sebesar Rp71 triliun, naik daripada tahun lalu Rp70 triliun.

Lebih lanjut, Luky menegaskan pemerintah pusat juga telah menyiapkan mekanisme penghargaan bagi pemerintah daerah dalam bentuk Insentif Fiskal untuk memastikan implementasi program-program pemerataan pembangunan. Nilai insentif fiskal ini tercatat sebesar Rp8 triliun atau sama dibandingkan tahun sebelumnya.

"Dengan mekanisme penghargaan tersebut, pemerintah daerah termotivasi untuk meningkatkan kualitas belanja daerah bukan hanya melalui belanja pegawai, namun juga pembuatan program kerja yang dapat dirasakan langsung hasilnya oleh masyarakat daerah," pungkasnya.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 8 Jurus Sri Mulyani Tembuskan 8%!