
Perang Baru di Asia Bikin Pening, Rusia Salahkan Armenia

Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia memberikan peringatan keras kepada Armenia. Ini terjadi setelah Yerevan kembali terlibat peperangan melawan tetangganya, Azerbaijan, untuk memperebutkan wilayah Nagorno-Karabakh.
Sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Armenia Nikol Pashinyan mengatakan dalam pidatonya pada Minggu (24/9/2023) bahwa Rusia telah mengecewakan Armenia karena tidak memberikan lebih banyak bantuan untuk mencegah krisis di wilayah tersebut. Padahal, Armenia merupakan anggota aliansi militer pimpinan Moskow, CSTO.
Ia menambahkan bahwa pihaknya harus mengubah aliansi keamanan Armenia. Pashinyan juga disebut-sebut mulai mendekati Barat, yang notabenenya sedang berseteru dengan Moskow pasca perang di Ukraina.
Kementerian Luar Negeri Rusia membalas dengan serangan keras terhadap Pashinyan. Moskow mengatakan pihak Yerevan telah mengambil kebijakan yang salah untuk menggoda Barat.
"Kami yakin bahwa kepemimpinan Yerevan membuat kesalahan besar dengan sengaja mencoba menghancurkan hubungan multi-aspek Armenia dengan Rusia yang telah terjalin selama berabad-abad dan menjadikan negara itu sebagai sandera permainan geopolitik Barat," kata lembaga resmi itu dikutip Reuters, Selasa (26/9/2023).
Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi sebagian besar dihuni oleh etnis Armenia. Dengan dukungan dari Yerevan, wilayah tersebut secara de facto memperoleh kemerdekaan dari Azerbaijan setelah perang yang panjang pada awal tahun 1990-an.
Kemudian, Azerbaijan merebut Karabakh dalam serangan kilat pekan lalu, menyebabkan ribuan etnis Armenia melarikan diri ke Armenia. Baku telah berjanji untuk melindungi hak-hak sekitar 120.000 warga Armenia yang tinggal di Karabakh, tetapi banyak yang menolak untuk menerima jaminan tersebut.
Rusia, yang memiliki sekitar 2.000 pasukan penjaga perdamaian di wilayah tersebut, mengatakan Pashinyan berusaha melepaskan diri dari tanggung jawab atas kegagalan dalam kebijakan dalam dan luar negeri dengan menyalahkan Moskow.
"Pernyataan Pashinyan tentang transformasi aliansi menunjukkan bahwa ia bersiap untuk beralih dari aliansi Armenia dengan Moskow ke arah Barat."
Lebih lanjut, Rusia mengatakan Pashinyan "menghindari kerja sama dengan Rusia dan Azerbaijan dan malah lari ke Barat" untuk menyelesaikan krisis Karabakh. Moskow juga menyebut bahwa pihak berwenang di Yerevan telah memicu histeria anti-Rusia di media Armenia.
Moskow membantah tuduhan bahwa mereka terlibat dalam protes di Yerevan dan memperingatkan Pashinyan bahwa meskipun Rusia tidak mengobarkan revolusi, namun negara-negara Barat yang melakukannya.
"Kepala pemerintahan Armenia harus menyadari bahwa Moskow tidak terlibat dalam hal-hal seperti itu, tidak seperti Barat yang cukup mahir dalam mengorganisir 'revolusi warna'," kata Rusia menggambarkan revolusi yang terjadi di negara mantan Uni Soviet.
Para pengamat sendiri mengatakan kurangnya respons Moskow mungkin disebabkan negara tersebut mengerahkan pasukan dan sumber daya militernya ke Ukraina di tengah serangan balasan Kyiv untuk merebut kembali wilayahnya dalam perang yang kini memasuki bulan ke-19.
"Dua dekade setelah didirikan, CSTO mengalami keretakan, yang menekankan lemahnya kendali Kremlin terhadap negara-negara tetangganya," ujar analis Pusat Analisis Kebijakan Eropa (CEPA), Mark Temnycky, kepada Newsweek.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cegah Perang Besar Baru di Asia, Putin Turun Tangan
