Terungkap! Pemicu Ultimatum Jokowi ke Perusahaan Tambang

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
25 September 2023 14:35
Presiden Joko Widodo saat mengikuti acara Peletakan batu pertama Hotel Nusantara, Penajam Paser Utara, 21 September 2023. (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Joko Widodo saat mengikuti acara Peletakan batu pertama Hotel Nusantara, Penajam Paser Utara, 21 September 2023. (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu sempat memberikan ultimatum kepada perusahaan tambang. Presiden memberikan wanti-wanti agar perusahaan tambang melakukan reklamasi pascatambang dan jangan melakukan pembiaran pada lahan yang telah dieksploitasi.

Di balik ultimatum Presiden Jokowi tersebut ternyata ada pemicunya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan bahwa tercatat bukaan lahan untuk pertambangan per tahunnya tidak seimbang dengan reklamasi lahan yang dilakukan.

Direktur Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka KLHK Edy Nugroho Santoso menyebutkan bahwa terdapat setidaknya 800 ribu hektar lahan baru yang dibuka untuk pertambangan per tahunnya. Namun, besaran reklamasi lahan tidak setara dengan bukaan lahan baru, yang mana reklamasi lahan per tahun hanya terhitung 8.000 hingga 9.000 hektar per tahun.

"Kami memantau di seluruh Indonesia sekitar lebih dari 800 ribu hektare bukaan tambang. Jadi kalau kemudian ada data sekitar 8.000-9.000 hektare per tahun reklamasinya maka sebetulnya itu masih sangat kurang gitu ya," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Senin (25/9/2023).

Dia pun menyebut bahwa Indonesia memerlukan pusat pembibitan dalam upaya memperluas reklamasi yakni dengan persemaian (nursery).

"Selama ini ada beberapa (perusahaan) yang sudah menyiapkan nursery ini untuk di lokasi masing-masing. Tapi ada juga yang memang baru akan melakukan pengadaan pembelian kepada masyarakat gitu atau si penyedia pembibitan gitu baru akan ditanam," tambahnya.

Salah satu hambatan dalam melakukan rehabilitasi adalah dikarenakan setiap perusahaan tambang belum tentu memiliki pusat persemaian bibit sendiri, sehingga ada hal yang perlu diantisipasi pemindahan bibit antar wilayah berbeda.

"Hal ini yang kemudian seringkali terjadi kegagalan di dalam pelaksanaan reklamasinya sendiri karena dari pembibitan dipindah ke lapangan tentunya ada sesuatu yang mungkin perlu diantisipasi," tandasnya.

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo meminta agar perusahaan tambang langsung memperbaiki lahan setelah tambang berakhir. Presiden Jokowi bahkan mewanti-wanti agar lahan tambang jangan dibiarkan ditinggal tanpa adanya proses pemulihan lahan atau reklamasi pasca tambang.

Presiden pun menyebut, pihaknya akan terus memantau satu per satu.

"Tapi hati-hati saya ingatkan kalau di sini ada perusahaan tambang yang hadir, setelah nambang diperbaiki lahan itu setuju? jangan ditinggal dibiarkan, akan saya cek satu satu," tuturnya saat memberikan sambutan pada Festival LIKE di Indonesia Arena GBK, Jakarta, dikutip Rabu (20/09/2023).

Ultimatum yang diberikan Presiden Jokowi itu berkaitan dengan adanya 'malapetaka' atau ancaman perubahan iklim di dunia. Oleh karena itu, Presiden Jokowi menyebut, kini ada peraturan yang dirilis terkait setiap perusahaan tambang harus memiliki pusat persemaian (Nursery Center).

"Dan sekarang ada Permen (Peraturan Menteri) baru keluar, setiap perusahaan tambang harus memiliki pusat persemaian," ucap Jokowi.

"Harus punya Nursery Center, sehingga habis nambang langsung tanam supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan. Wajib, karena Permennya baru keluar," tegasnya.

Dalam acara itu, Presiden Jokowi juga mengingatkan masalah iklim yang menerpa dunia belakangan ini. Ia memberikan pesan kehati-hatiannya atas ancaman perubahan iklim tersebut.

"Hati-hati, hati-hati, ancaman perubahan iklim sudah nyata dan sudah kita rasakan dan dirasakan semua negara di dunia. Suhu bumi semakin panas cuaca juga semakin panas kekeringan ada di mana-mana bukan hanya di Indonesia saja," tegasnya.

Hal ini, kata Jokowi mengakibatkan munculnya berbagai macam krisis, salah satunya pangan. Banyak negara kini kesulitan untuk mendapatkan pangan, baik dari produksi dalam negeri maupun impor.

"Akhirnya ada krisis pangan, beberapa negara kekurangan pangan baik itu gandum, beras," ujarnya.

Persoalan ini semakin rumit ketika belasan negara memilih untuk menahan ekspor, khususnya beras.

"Yang biasanya negara-negara itu mengekspor berasnya 19 negara sekarang sudah setop ngerem ekspornya, tidak diekspor lagi sehingga banyak negara yang harga berasnya naik termasuk di Indonesia sedikit naik," terang Jokowi.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tiba-Tiba Jokowi Wanti-Wanti Perusahaan Tambang, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular