Internasional

Utang AS Tembus Rekor 508.000 T, Terbanyak dari Jepang-China

luc, CNBC Indonesia
22 September 2023 07:00
WASHINGTON, DC - MAY 12: Flags at the base of the Washington Monument fly at half staff as the United States nears the 1 millionth death attributed to COVID May 12, 2022 in Washington, DC. U.S. President ordered flags to fly at half-mast through next Monday and said the nation must stay resolved to fight the virus that has “forever changed” the country. (Photo by Win McNamee/Getty Images)
Foto: Bendera Amerika Serikat (Photo by Win McNamee/Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Utang nasional Amerika Serikat (AS) telah menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah senilai US$ 33 triliun atau setara Rp 508.200 triliun (kurs Rp 15.400).

Menurut Departemen Keuangan AS, utang tersebut, yang setara dengan jumlah uang yang dipinjam oleh pemerintah federal untuk menutupi biaya operasional, mencapai US$ 33,04 triliun.

Terdapat sejumlah faktor yang mendorong peningkatan utang di AS, seperti pemotongan pajak, program stimulus, dan penurunan penerimaan pajak akibat meluasnya pengangguran selama pandemi Covid-19. Peningkatan belanja federal mencapai sekitar 50% antara tahun fiskal 2019 dan tahun fiskal 2021.

Lalu dari mana saja utang AS itu berasal?

Sebagian besar utang AS masih berupa utang publik melalui penerbitan surat berharga negara. Adapun, utang kepada asing per Juli 2023 tercatat senilai US$ 7,56 triliun. Jepang dan China menjadi dua kreditur terbesar AS.

Berdasarkan data Departemen Keuangan AS, Jepang memiliki surat utang atau obligasi (Treasury) senilai US$ 1,11 triliun pada Juli 2023.

Sementara itu, China mengekor di belakang Jepang dengan nilai utang US$ 821,8 miliar, terendah sejak Mei 2009, ketika China memiliki surat utang AS senilai US$ 776,4 miliar.

Adapun beberapa negara lain yang menjadi kreditur utama AS adalah Inggris, Belgia, Luxemburg, dan Swiss.

Masalah utang menjadi pusat perdebatan di Kongres mengenai rancangan undang-undang pengeluaran yang akan menopang pemerintah hingga siklus pendanaan berikutnya.

Anggota parlemen dari Partai Republik mendorong pengurangan pengeluaran, sementara Partai Demokrat mendukung program Presiden Joe Biden, seperti Undang-Undang Pengurangan Inflasi, yang menurut model anggaran dari Universitas Pennsylvania diperkirakan menelan biaya lebih dari US$ 1 triliun selama dekade berikutnya.

Anggota DPR dari Partai Republik pada Minggu mengeluarkan rancangan undang-undang mereka sendiri untuk mendanai pemerintah hingga 31 Oktober yang mencakup 'barter' pemotongan 8% untuk program domestik dengan pengecualian untuk keamanan nasional.

Namun RUU tersebut diperkirakan tidak akan lolos di Senat yang dikuasai Partai Demokrat.

Seorang juru bicara Gedung Putih mengatakan kepada CNBC bahwa peningkatan utang tersebut didorong oleh pemotongan pajak Partai Republik senilai triliunan dolar yang "diberikan kepada perusahaan-perusahaan kaya dan besar" selama 20 tahun terakhir.

"Partai Republik di Kongres ingin melipatgandakan upaya ini dengan memperluas pemotongan pajak Presiden (Donald) Trump dan mencabut reformasi pajak perusahaan yang dicanangkan Presiden Biden," kata Michael Kikukawa, asisten sekretaris pers Gedung Putih, dikutip Jumat (22/9/2023).

Kikukawa menambahkan bahwa kebijakan Biden yang menuntut perusahaan kaya dan besar membayar pajak secara adil dan memangkas subsidi kepada perusahaan minyak dan farmasi akan mengurangi defisit sebesar US$ 2,5 triliun jika disetujui.

Kongres memiliki waktu hingga 30 September untuk meloloskan rancangan undang-undang pengeluaran.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dilema Utang AS, Antara Gagal Bayar & Pemotongan Belanja

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular