RI Masih Impor Nikel dari Filipina? Ini Kata ESDM
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menindaklanjuti adanya perusahaan smelter asal Indonesia yang melakukan kegiatan impor bijih nikel dari luar negeri.
Menurut Arifin, keputusan impor dilakukan perusahaan lantaran pasokan yang selama ini berasal dari Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara terhenti. Hal tersebut menyusul adanya dugaan kasus tindak pidana korupsi pada wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) tersebut.
"Sekarang kita lagi cek ya sesudah kejadian Madiodo ini kita lagi cek sebetulnya berapa sih yang (dibutuhkan), sekarang kan Mandiodo ditutup, barangkali yang terbang-terbang (dokumen terbang) landing dulu nah, akibatnya ada ketidakseimbangan. Itu kita lagi teliti," kata Arifin di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (15/9/2023).
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Demokrat Muhammad Nasir meminta penjelasan Menteri ESDM Arifin Tasrif terkait kegiatan impor bijih nikel yang dilakukan perusahaan smelter asal Indonesia.
Menurut Nasir, hal tersebut cukup aneh, mengingat Indonesia sendiri saat ini merupakan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, sehingga seharusnya hal tersebut seharusnya tidak terjadi.
"Kok jadi kita yang impor? Padahal kita disampaikan di mana-mana bahwa penghasil nikel terbesar nomor 1 di dunia. Ini malah sebaliknya kita hari ini mengimpor. Saya mohon izin interaktif, kendalanya seperti apa kenapa sampai terjadi kita impor nikel ini? Padahal konsesi kita cukup besar perusahaan banyak," ungkap Nasir dalam rapat kerja bersama Menteri ESDM, Kamis (31/8/2023).
Merespons hal tersebut, Arifin menjelaskan bahwa kegiatan impor bijih nikel dilakukan lantaran pasokan bahan baku yang berasal dari Blok Mandiodo saat ini terhenti. Hal tersebut menyusul adanya kasus tindak pidana korupsi pada wilayah IUP milik PT Antam tersebut.
"Kita sudah telusuri berita-berita tersebut. Terindikasi perusahaan yang impor itu adalah perusahaan yang selama ini mengambil bahan baku dari Blok Mandiodo yang saat ini bermasalah," ungkap Arifin.
Oleh sebab itu, karena perusahaan smelter tersebut harus melanjutkan proses pengolahan, maka langkah pembelian bijih nikel dari luar negeri akhirnya harus dilakukan. Hal ini lantaran produsen nikel lainnya juga sudah terikat kontrak dengan beberapa perusahaan smelter.
"Mereka mengambil langkah ini karena memang secara keseluruhan karena tidak boleh ekspor ore nikel semua produsen tambang sudah terikat dengan offtaker smelter yang sedang berjalan," kata dia.
(wia)