Dunia Berlomba Produksi Kendaraan Listrik, RI Ikutan!

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Rabu, 13/09/2023 14:55 WIB
Foto: Jelang KTT ASEAN, Ratusan Kendaraan Listrik Mulai Padati GBK. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini tengah mengikuti tren dunia untuk berlomba dalam hal memproduksi kendaraan listrik.

Hal itu seperti yang dikatakan oleh Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Rifky Setiawan. Dia mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki komitmen untuk mendorong produksi kendaraan listrik di dalam negeri.

"EV ini semakin cepat, ini ada kaitannya komitmen di Indonesia, ternyata negara-negara di dunia mereka berlomba-lomba untuk melakukan produksi kendaraan listrik," jelas Rifky dalam acara Infrastructure Forum, Sewindu PSN, di Jakarta, Rabu (13/09/2023).


Selain itu, dia mengatakan bahwa Indonesia didukung dengan sumber daya alam yang melimpah untuk bisa memproduksi salah satu komponen paling penting dalam produksi kendaraan listrik, yakni baterai.

"Baterai ini masih mahal karena kita punya punya SDA yang cukup, sehingga baterai ini jadi murah, komponen bisa jadi murah, keberlanjutan dan juga saat itu ada tren global," tuturnya.

Walaupun begitu, Indonesia masih membutuhkan sumber lain yakni lithium yang saat ini belum tersedia di Indonesia.

Oleh karena itu, Rifky mengatakan, pemerintah kini fokus mencari sumber bahan baku tersebut dari luar negeri.

"Kita untuk bahan pembentuk baterai kita tidak punya lithium, ini salah satu ke depannya kita ingin konsentrasi ke sana," tambahnya.

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah juga sempat mengakui, RI memang tidak memiliki cadangan lithium yang merupakan salah satu komponen bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle/ EV).

Namun demikian, kandungan lithium di baterai tidak sebesar kandungan nikel dan kobalt. Sementara Indonesia memiliki nikel dan kobalt.

Dia menjelaskan, nikel mempunyai porsi yang paling besar dibandingkan mineral lainnya dalam pembuatan baterai yakni sebesar 16%. Sementara untuk lithium hanya 3% dan kobalt sekitar 4,3%.

"Jadi ketergantungan pabrik terhadap material itu ya jauh orang lebih mencari nikel dulu. Lithium pasti diperlukan tetapi orang juga gak bisa jual lithium tanpa nikel," ujar Agus dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (2/8/2023).

Oleh sebab itu, ia menilai nikel mempunyai peran yang cukup penting dalam menggenjot ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Sekalipun, Indonesia tidak mempunyai cadangan lithium.

"Jadi kebutuhan terhadap nikel itu jauh lebih besar karena nikel hampir 16% untuk bahan baku baterai. Jadi besar sekali," ungkapnya.

Di samping itu, Indonesia juga mempunyai cadangan kobalt yang diperoleh dari proses penambangan limonit atau bijih nikel berkadar rendah. Adapun limonit sendiri dulunya tidak mempunyai nilai.

"Dulu pabrik pabrik pengolah nikel yang diambil itu dibawa namanya saprolit. Nah saprolit diolah untuk dipakai stainless steel itu campuran baja yang menjadi tahan karat. Bagian atasnya limonit itu disingkirkan ke samping jadi sebenarnya limonit ini lebih dikatakan dulunya dibuang, tidak terpakai, sekarang malah terpakai," tambahnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pengusaha Konstruksi Lokal Siap Dukung Proyek EV Nasional