
Sri Mulyani-Luhut Pusing Cari Uang Suntik Mati PLTU Batu Bara

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia berencana untuk menyuntik mati Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara sebagai salah satu upaya mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
Namun nyatanya, tak mudah bagi Indonesia untuk menyuntik mati PLTU yang kini masih menjadi "nyawa" energi listrik RI. Terlebih, dana yang diperlukan untuk menghentikan dan mempercepat pensiun dini PLTU ini sangat besar, bisa mencapai ratusan dan bahkan ribuan triliun.
Lantas, dari mana dana untuk menyuntik mati PLTU batu bara? Mampukah Indonesia menjalankan program pensiun dini pembangkit listrik berbasis batu bara ini?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengaku pusing untuk mencari sumber pendanaan untuk pensiun dini PLTU ini.
Luhut menyebut, pihaknya memperkirakan dibutuhkan dana hingga US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1.500 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$) untuk melakukan transisi energi, khususnya suntik mati PLTU.
Meskipun ada komitmen pendanaan dari negara maju sebesar US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun melalui inisiatif Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk RI, namun dia mengaku hingga saat ini belum ada kejelasan terkait pencairan pendanaannya.
"Iya JETP. Ya itu sampai sekarang kita belum tahu uangnya," ungkap Luhut di Jakarta, dikutip Kamis (07/09/2023).
Luhut mengatakan, negara-negara maju tersebut meminta Indonesia untuk membuat program terlebih dahulu dan mendetailkan rencana program meninggalkan batu bara dan membangun energi baru terbarukan (EBT).
"Ya mereka yang minta kita buat, ya kita buat. Mereka yang janjiin duitnya ya sekarang mana duitnya?" tukasnya.
Tak hanya Luhut, Sri Mulyani pun mengaku pusing untuk mencari sumber pembiayaan pensiun dini PLTU.
Sri Mulyani mengaku, pensiun dini PLTU bukan lah hal mudah. Selain isu pendanaan, Sri Mulyani juga mengaku harus putar otak untuk mencari sumber energi lainnya untuk mengisi kekosongan ketika PLTU batu bara dimatikan.
"Saat ini kita benar-benar berada pada level pembahasan berapa besarnya dana pensiun yang cakupannya akan mempengaruhi neraca perusahaan PT PLN," kata Sri Mulyani saat Gala Dinner Indonesia Sutainability Forum 2023 di Park Hyatt Jakarta, Kamis malam, (7/9/2023).
Pemerintah saat ini sedang menjajaki rencana suntik mati untuk dua pembangkit listrik, yakni PLTU Cirebon-1 dan PLTU Pelabuhan Ratu. Pensiun dini ini didanai lewat mekanisme Energy Transition Mechanism (ETM). PLTU Cirebon-1 masuk ke dalam daftar proyek percontohan atau test case pensiun dini yang dipilih oleh Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB).
Sri Mulyani mengatakan ketika PLTU batu bara dimatikan, maka akan menjadi aset mangkrak bagi PLN. Dia mengatakan ketika aset itu sudah tak bisa digunakan, maka pemerintah harus mengisinya dengan membangun energi terbarukan.
Masalah selanjutnya, kata dia, untuk mempensiunkan PLTU dan menggantikannya dengan energi terbarukan butuh modal yang tidak sedikit. Dia mengatakan modal pembangunan itu akan menjadi beban yang tidak sedikit, terlebih suku bunga saat ini sedang melambung tinggi. "Kurs yang saat ini mahal menjadi permasalahan yang teridentifikasi secara nyata, bukan lagi sekedar bicara soal uang triliunan," ujar dia.
Sri Mulyani mencontohkan untuk proyek suntik mati PLTU Cirebon-1 yang memiliki daya 660 Megawatt. Proyek ini diharapkan bisa mengurangi emisi karbon sebanyak 4,4 juta gigaton Co2.
Dia mengatakan untuk melaksanakan proyek ini dibutuhkan dana US$ 330 juta yang salah satunya bersumber dari pinjaman.
"Pinjaman ketika tingkat bunga menjadi mahal, siapa yang akan membayar untuk itu," kata dia.
Pemerintah Pantang Mundur
Meskipun dikelilingi sejumlah isu tersebut, terutama pendanaan, namun pemerintah mengaku tetap berkomitmen untuk melakukan pensiun dini PLTU sebagai salah satu upaya menekan emisi karbon.
"Jadi ya, bukan hal yang mudah. Namun sekali lagi, pemerintah sangat berkomitmen untuk melakukan hal ini. Karena pendanaan yang harus kita siapkan agar kalian tahu, untuk mengatasi seluruh masalah tapi pensiun dini jika terjadi kebakaran di Asia dan juga oleh pemerintah juga seperti PLN mereka juga sudah mempersiapkan seperti 2.5 giga atau satu energi terbarukan setiap tahun," tutur Luhut.
Begitu juga dengan Sri Mulyani. Meski serba sulit, Sri Mulyani mengatakan tindakan nyata mengurangi emisi seperti mempensiunkan dini PLTU batu bara harus tetap dilakukan.
Kalau tidak, kata dia, upaya mengurangi emisi hanya menjadi pembicaraan dari satu forum ke forum lainnya tanpa adanya tindakan nyata.
"Dan kita menciptakan situasi yang lebih buruk bagi dunia," kata dia.
Perlu diketahui, mengutip data PT PLN (Persero), total kapasitas listrik terpasang milik Holding dan anak perusahaan PLN hingga Desember 2022 mencapai 44.939,88 MW dengan 31.328,92 MW (69,71%) berada di Jawa. PLTU batu bara menyumbang kapasitas terbesar dengan kontribusi 20.418,50 MW (29,57%).
PLN bukan satu-satunya produsen listrik di Indonesia. Adapun total kapasitas terpasang nasional, termasuk pembangkit sewa dan produsen listrik swasta (Independent Power Producers/ IPP), hingga akhir 2022 adalah 69.039,60 MW.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Butuh Rp1.500 T Tinggalkan Batu Bara, Uangnya? Ini Kata Luhut
