Ahli Sebut Impor Nikel Tak Buruk Bagi RI, Kok Bisa?

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Rabu, 06/09/2023 11:00 WIB
Foto: Dok Antam

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menilai keputusan perusahaan smelter asal RI yang melakukan pembelian bijih nikel ke luar negeri bukan sesuatu hal yang mengkhawatirkan. Pasalnya, hal tersebut cukup bagus sebagai konservasi mineral nikel.

Alasannya, jika melihat neraca cadangan bijih nikel saat ini, dengan banyaknya jumlah smelter yang terbangun dan beroperasi, maka sisa umur cadangan nikel di Indonesia menjadi sangat terbatas.

"Lifetime daripada cadangan nikel itu sangat terbatas, artinya ada yang perkirakan di bawah 13 tahun ada yang perkirakan antara 9 tahun itu akan habis cadangan nikel yang jenis saprolit yang kadar tinggi. Menurut saya bahwa impor ini hal yang harus dilakukan untuk mengkonservasi sumber daya cadangan nikel yang ada di kita," kata Rizal dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, Selasa (5/9/2023).


Di sisi lain, ia juga mendorong agar kegiatan eksplorasi untuk menambah umur cadangan nikel di Indonesia dapat digenjot. Baik kegiatan eksplorasi yang dilakukan di area brown field atau eksplorasi lanjutan oleh perusahaan yang sudah dapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan eksplorasi Green field di daerah-daerah baru yang memang belum dilakukan eksplorasi.

"Ini masih banyak daerah-daerah baru yang belum dieksplorasi terutama yang di daerah Indonesia Timur ya Sulawesi, Maluku, dan Papua. Kita baru sekitar 34% wilayah potensial yang memiliki sumber daya nikel itu yang baru dilakukan eksplorasi sehingga perlu segera dikembangkan ke arah sana," katanya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan moratorium smelter nikel baru nantinya hanya akan menyasar pada smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF).

"Itu sekarang jumlahnya sudah sangat banyak, dari data kami jumlah udah hampir 97 proyek ya. Jadi ya tentu kita harus pertimbangkan segitu banyak apakah ada cadangan atau enggak ya," kata dia dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (23/8/2023).

Meski begitu, Agus memastikan pemerintah akan tetap membuka pembangunan smelter baru untuk jenis lainnya. Misalnya smelter nikel dengan teknologi hidrometalurgi atau yang dikenal dengan smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk bahan baku baterai kendaraan listrik.

"Tidak diartikan bahwa seluruh smelter ditutup yang dihimbau oleh Pak Menteri adalah yang pirometalurgi tapi tidak hidrometalurgi. Hidrometalurgi kita tetap masih terbuka untuk itu," katanya.

Ia pun memperkirakan daya tahan cadangan nikel Indonesia hanya berada pada kisaran 10-15 tahun saja. Oleh sebab itu, kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan cadangan baru penting untuk segera dilakukan.

"Tadi sudah disampaikan bahwa cadangan diperkirakan antara 10 sampai 15 tahun hitungan dari Minerba mungkin 13 tahun lah pertengahan. Kira-kira seperti itu, itu yang harus kita lihat," tambah Agus.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Ahli UGM Sebut Kerugian Tambang Raja Ampat Lampaui Kasus Timah