Terkuak, Ternyata RI Impor Nikel 2 Kapal
Jakarta, CNBC Indonesia - CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus buka suara perihal adanya perusahaan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) yang melakukan impor bijih nikel dari luar negeri, terutama dari Filipina.
Alex mengakui Indonesia saat ini memang merupakan pemilik sumber daya dan cadangan nikel terbesar dunia. Tercatat, lanjutnya, total sumber daya bijih nikel mencapai 17 miliar ton dengan total cadangan bijih nikel mencapai 5 miliar ton.
Namun, stok bijih nikel dengan kadar 1,7% untuk keperluan smelter menurutnya sudah tidak banyak lagi. Sementara, sejumlah smelter nikel yang ada di dalam negeri juga harus dipastikan keberlangsungan operasinya.
"Yang kita impor ini adalah nikel dengan kadar fero tinggi untuk memenuhi spec feronikel kita, tetapi itu pun masih kecil, kita baru dua kapal kita impor ini," kata dia dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (6/9/2023).
Menurut Alex, kebijakan perusahaan melakukan impor bijih nikel dari luar negeri karena pertimbangan spesifikasi khusus. Mengingat, suplai bijih nikel kadar tinggi di dalam negeri terus berkurang.
"Kita harus melihat juga bahwa itu suplai kadar tinggi sudah cukup berkurang, apalagi dengan beroperasinya smelter sekarang, sekarang smelter kita ini terutama untuk produk NPI itu, itu sudah membutuhkan lebih 200 juta metrik ton nikel high grade per tahun," tambahnya.
Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Muhammad Wafid sebelumnya membeberkan terdapat perusahaan yang melakukan impor bijih nikel dari Filipina. Perusahaan tersebut beralasan impor bijih nikel dilakukan lantaran kurangnya pasokan bahan baku di dalam negeri.
"Ada isu nikel yang diimpor dari Filipina karena smelter kekurangan bahan," kata Wafid di Gedung Kementerian ESDM, Senin (28/8/2023).
Namun, Wafid memastikan bahwa berdasarkan perhitungan seluruh Rencana Keuangan dan Anggaran Biaya (RKAB) nikel yang dikeluarkan, bijih nikel untuk pasokan smelter di dalam negeri seharusnya mencukupi.
"Saya sampaikan bahwa saya coba hitung seluruh RKAB yang sudah kita setujui jumlahnya berapa input nikel yang dibutuhkan berapa hasilnya masih cukup. Tidak ada kekurangan di sekitar Sulawesi Utara, jadi terpaksa harus impor mungkin hal lain ya," tambah Wafid.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia tercatat mengimpor ore atau bijih nikel dan konsentratnya dengan Kode HS 26040000 dari Filipina seberat 38.850.000 kilogram pada Mei 2023.
Jika ditelusuri dari tahun sebelumnya, seperti pada 2022, tidak ada impor ore nikel dan konsentratnya dari Filipina, begitu juga dengan catatan pada 2021 dan 2020.
Namun, pada 2019, tercatat impor dari Filipina sudah ada sebesar 56.663.000 kg pada Juni, dan 55.530.000 kg Agustus melalui Kolonodale, serta 57.000.000 kg pada Juli melalui Poso.
Pada 2023 sendiri, selain dari Filipina, impor nikel dan konsentratnya juga tercatat dari Australia, Brasil, China, dan Singapura. Meskipun, besarannya tak mencapai puluhan juta kg seperti dari Filipina, melainkan berkisar satuan hingga ribuan kilogram melalui Soekarno-Hatta, Pulau Obi, dan Tanjung Priok.
(pgr/pgr)