DPR Dukung Penghapusan Bea Cukai Etanol untuk BBM

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
05 September 2023 16:25
BBM Pertamax Green (RON 95) PT Pertamina (Persero) di SPBU Pertamina MT Haryono, Jakarta Selatan, Senin (24/7/2023). (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)
Foto: BBM Pertamax Green (RON 95) PT Pertamina (Persero) di SPBU Pertamina MT Haryono, Jakarta Selatan, Senin (24/7/2023). (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VII DPR RI mendukung penghapusan pungutan bea cukai untuk produk etanol, terutama sebagai bahan baku campuran untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), sehingga menjadi Pertamax Green 92 dan 95.

Sebagaimana diketahui, Pertamina sedang mengkaji perubahan BBM RON 90 atau Pertalite menjadi RON 92 atau Pertamax Green 92. Caranya, dengan mencampur etanol 7% (E7) ke dalam Pertalite.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno menjelaskan, pergantian Pertalite ke BBM RON 92 sejatinya telah sesuai dengan aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Khususnya, dalam mendorong penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan.

Menurut Eddy, di Indonesia sendiri saat ini baru terdapat satu perusahaan penghasil bioetanol dengan total produksi sebesar 160 ribu kilo liter (kl) per tahun. Namun dari jumlah tersebut, sekitar 115 ribu kl dikonsumsi sendiri dan sisanya 45 ribu kl baru dapat dipergunakan untuk produksi etanol.

Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan Pertamina dalam produksi BBM Pertamax Green 92, maka perusahaan migas pelat merah tersebut mau tidak mau harus impor terlebih dahulu.

"Kalaupun umpamanya pemenuhannya dari impor untuk etanol itu masih dikenakan bea impor. Jadi harus ada upaya untuk penghapusan bea itu dan itu sudah disampaikan juga oleh pemerintah dalam hal ini Pertamina kepada kami dalam rapat terakhir untuk dukungan penghapusan," ungkap Eddy dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (5/9/2023).

Eddy menyebut langkah ini merupakan salah satu pertimbangan dari aspek kebijakan fiskal. Selain itu, Pertamina juga harus menghitung kembali seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk campuran etanol 7% atau E7 ke dalam Pertalite.

"Jika memang perhitungan biayanya itu lebih dari apa yang sekarang sudah menjadi biaya produksi untuk Pertalite nah itu kan harus ada bagian yang dikompensasi juga oleh pemerintah. Nah ini merupakan salah satu PR juga untuk menghitung apakah kemudian penggunaan daripada Pertamax Green 92 menambah biaya produksinya, sehingga ada tambahan subsidi ataupun kompensasi yang diberikan kepada Pertamina dalam hal ini," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa rencana perubahan spesifikasi Pertalite menjadi Pertamax Green 92 yang menggunakan bahan etanol yang mengandung alkohol itu masih dikenakan bea cukai. Adapun bea cukai yang dikenakan untuk etanol sendiri sebesar Rp 20 ribu per liter.

"Nah satu hal hari ini kenapa kita boleh dibilang kita belum berpikir tentang profitability karena adanya penerapan bea cukai Rp 20 ribu karena ini masih dianggap sebagai pembagian dari alkohol, alkohol itu kena bea ya. Karena ini tidak digunakan untuk miras tapi untuk energi," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (30/8/2023).

Nicke membeberkan, bea tersebut juga berlaku pada produk yang saat ini sudah diluncurkan oleh Pertamina terlebih dahulu yakni Pertamax Green 95 dengan campuran etanol sebesar 8%.

Oleh sebab itu, Nicke meminta dukungan kepada Komisi VII DPR RI agar bisa membebaskan etanol yang terhitung sebagai alkohol dari pengenaan bea dan cukai.

"Jadi kami mohon dukungan untuk kita dapatkan pembebasan cukai, karena manfaatnya juga sangat besar," ujar Nicke.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kunci Pertamina Tekan Impor BBM: Bioenergi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular