
Perkenalkan "The Sick Man of Europe": Jerman

Jakarta, CNBC Indonesia - Julukan "The sick man of Europe" kini menggema lagi di Eropa. Jika dalam sejarah, julukan tersebut pernah dilabelkan ke Turki, kini hal tersebut ditunjukan ke Jerman.
Hal ini dikatakan presiden emeritus di lembaga Ifo, Hans-Werner Sinn. Kondisi perekonomian yang tidak menentu menjadi alasan.
Dari data terbaru, produksi manufaktur di Negeri Rhein itu menurun. Negara itu bergulat dengan harga ekonomi yang tinggi.
"Ini bukan fenomena jangka pendek," kata Sinn kepada CNBC International di Forum Ambrosetti di Italia pada hari Jumat, (1/9/2023).
"Hal ini ada hubungannya dengan industri otomotif, yang merupakan jantung industri Jerman dan banyak hal bergantung pada hal tersebut," katanya.
Menurut data kantor statistik federal, mobil merupakan produk ekspor utama Jerman tahun lalu, menyumbang 15,6% dari nilai barang yang dijual ke luar negeri. Namun Jerman melaporkan defisit perdagangan luar negeri untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade pada Mei 2022, sebesar 1 miliar euro.
Negara ini sempat mengalami peralihan dari surplus perdagangan menjadi lebih banyak mengimpor dibandingkan mengekspor. Meski pada Juni 2023, Jerman telah kembali mengalami surplus perdagangan, yang mencapai 18,7 miliar euro, namun eskpor masih lesu.
Sinn pun mengatakan ada keraguan di investor terhadap tujuan keberlanjutan Jerman. Ini, kata dia, berperan dalam deskripsi negara tersebut sebagai "orang sakit di Eropa" itu.
Salah satu target yang saat ini menjadi perhatian pemerintah Jerman adalah menjadi netral karbon pada tahun 2045. Rencana ini menjadi fokus ketika Eropa berupaya melepaskan diri dari pasokan gas Rusia setelah serangan besar-besaran Kremlin ke Ukraina, dan harga pun melonjak.
Beberapa orang sebenarnya menggambarkan ambisi Jerman untuk beralih dari gas Rusia sebagai sangat optimis. Ini terutama mengingat target iklim negara tersebut.
Namun menurut Sinn, ketergantungan pada teknologi terbarukan seperti tenaga angin dan surya akan menyebabkan "masalah volatilitas". Ini dapat menimbulkan masalah bagi dunia usaha.
"Anda perlu mengisi (kesenjangan tersebut) dengan energi konvensional sehingga sangat sulit untuk memiliki struktur ganda yang harus kita pertahankan di masa depan. Di satu sisi energi hijau yang mudah menguap dan di sisi lain energi konvensional untuk mengisi kesenjangan tersebut," ujarnya.
"Ini adalah biaya ganda. Ini adalah biaya energi yang tinggi dan tidak baik bagi industri. Ini adalah kondisi yang sulit," tambahnya.
Menurut catatan penelitian yang dirilis pada bulan Agustus oleh Berenberg, Jerman bisa kehilangan 2% hingga 3% dari kapasitas industrinya saat ini karena perusahaan-perusahaan memindahkan operasinya ke negara-negara yang harga gas dan listriknya lebih murah. Amerika Serikat atau Arab Saudi jadi kompetitor.
"Ketidakpastian kebijakan saat ini dan kekecewaan terhadap rencana pemerintah yang setengah matang bukanlah faktor struktural yang tampaknya akan menghambat perekonomian Jerman dalam jangka panjang," pungkas kepala ekonom Berenberg, Holger Schmieding.
Perlu diketahui, label "The sick man of Europe" bukan sekali diberikan ke Jerman. Awalnya ini digunakan untuk menggambarkan perekonomian Jerman pada tahun 1998 saat menghadapi tantangan ekonomi pasca-reunifikasi yang mahal.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking News: Ekonomi Kontraksi 0,3%, Jerman Resmi Resesi!
