Gawat! Pasokan Lithium Dunia Bakal Langka di 2025
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia diperkirakan akan mengalami kelangkaan pasokan lithium secepatnya pada 2025 mendatang. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya permintaan logam.
Hal tersebut berdasarkan perkiraan dari salah satu unit riset Fitch Solutions, BMI.
Dalam laporan yang diterbitkan baru-baru ini, BMI sebagian besar mengaitkan defisit tersebut dengan permintaan lithium Tiongkok yang melebihi pasokannya.
"Kami memperkirakan rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 20,4% dari tahun ke tahun (year on year) selama 2023-2032 untuk permintaan lithium di Tiongkok untuk kendaraan listrik saja," kata laporan tersebut, dikutip dari CNBC, Rabu (30/08/2023).
Sebaliknya, pasokan lithium Tiongkok hanya akan tumbuh 6% pada periode yang sama, kata BMI, seraya menambahkan bahwa tingkat tersebut tidak dapat memenuhi, bahkan sepertiga dari perkiraan permintaan lithium di Negeri Tirai Bambu tersebut.
Perlu diketahui, China merupakan produsen lithium terbesar ketiga di dunia. Lithium merupakan salah satu komponen penting untuk baterai kendaraan listrik.
Dunia memproduksi 540.000 metrik ton lithium pada 2021, dan pada 2023 World Economic Forum memperkirakan permintaan lithium dunia akan melonjak mencapai 3 juta metrik ton.
Berdasarkan proyeksi S&P Global Commodity Insights, penjualan kendaraan listrik akan mencapai 13,8 juta pada 2023, tapi akan terus meroket hingga lebih dari 30 juta pada 2030.
"Kami pada dasarnya yakin akan ada kelangkaan pada lithium. Tentu saja kami memperkirakan pertumbuhan pasokan, namun permintaan diperkirakan akan tumbuh jauh lebih cepat," kata Corinne Blanchard, Direktur Penelitian Lithium dan Ekuitas Teknologi Bersih di Deutsche Bank.
Pada akhir tahun 2025, Blanchard melihat adanya "defisit moderat" sekitar 40.000 hingga 60.000 ton setara lithium karbonat, namun memperkirakan defisit yang lebih besar yaitu sebesar 768.000 ton pada akhir tahun 2030.
Analis lain tidak memperkirakan defisit akan terjadi dalam waktu dekat, namun mereka memperkirakan defisit bisa terjadi pada akhir dekade ini.
Meskipun, semakin banyak tambang lithium dan proyek eksplorasi pertambangan yang mulai beroperasi dapat mendukung meningkatnya permintaan, hal ini hanya akan mengulur masa defisit untuk beberapa tahun ke depan, menurut perkiraan Rystad Energy.
Menurut perusahaan riset energi tersebut, ratusan proyek lithium saat ini sedang dalam eksplorasi, namun kompleksitas geologi dan proses perizinan yang memakan waktu masih menimbulkan tantangan.
Menurut data Refinitif, saat ini hanya ada 101 tambang lithium di dunia.
Wakil CEO Rystad Energy Susan Zou memperkirakan total pasokan tambang lithium akan meningkat sebesar 30% dan 40% secara year on year pada tahun 2023 dan 2024, dan para penambang akan terus mengembangkan proyek yang sudah ada dan proyek yang masih baru di tengah "dorongan global untuk melistriki transportasi."
Meskipun, hal ini dapat menunjukkan pasokan lithium global masih surplus pada tahun depan, namun kekurangan pasokan lithium dapat mulai mengganggu rantai pasokan pada tahun 2028.
(wia)