Bencana Bumi Masih 'Seujung Kuku', Malapetaka Besar Menanti
Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena perubahan iklim berada dalam tahapan yang menggila. Hal ini mendorong ilmuwan untuk menyerukan perubahan signifikan dalam melindungi kondisi bumi.
Sebanyak 40 orang ahli berbicara kepada The Guardian, Senin (28/8/2023), bahwa gelombang panas, kebakaran hutan, dan banjir yang terjadi saat ini hanyalah 'puncak gunung es' dibandingkan dengan dampak yang lebih buruk di masa depan. Menurut mereka, perubahan iklim dapat membuat bumi 'buta sebagian' kelak.
Mereka melanjutkan bahwa kenaikan suhu global sepenuhnya sejalan dengan peringatan selama beberapa dekade dan tahun ini didorong oleh kembalinya pola iklim El Nino. Ini pun membawa dampak bagi kelompok masyarakat yang lebih rentan terhadap cuaca ekstrem.
"Juli adalah bulan terpanas dalam sejarah manusia dan orang-orang di seluruh dunia menderita akibatnya," kata Piers Forster, profesor dari Universitas Leeds, Inggris.
"Tetapi inilah yang kami perkirakan pada tingkat pemanasan ini. Ini akan menjadi rata-rata musim panas dalam waktu 10 tahun kecuali dunia bekerja sama dan menjadikan aksi iklim sebagai agenda utama."
"Dampaknya jauh lebih dahsyat daripada yang saya dan banyak ilmuwan iklim yang saya kenal memperkirakannya," kata Krishna AchutaRao, profesor dari Institut Teknologi India.
Christophe Cassou, peneliti CNRS di Université Paul Sabatier Toulouse III, Perancis, mengatakan bahwa saat ini bahaya iklim tidak dianggap remeh dalam skala global. Namun dampaknya masih diremehkan sebagian kalangan.
"Persepsi kami juga bias karena fakta bahwa kami lebih sering tinggal di wilayah yang belum dipetakan, sehingga memberikan kesan adanya percepatan," kata Cassou. "Kami sekarang merasakan perubahan iklim yang terjadi melebihi cuaca biasanya."
Para ilmuwan yakin bahwa dunia belum melewati titik kritis menuju perubahan iklim yang tak terkendali. Namun Dr Rein Haarsma dari Institut Meteorologi Kerajaan Belanda mengatakan titik kritis semakin dekat.
"Hal ekstrem yang kita lihat sekarang terjadi dapat menyebabkan titik kritis seperti runtuhnya sirkulasi meridional Atlantik dan pencairan lapisan es Antartika, yang akan berdampak sangat buruk," tambahnya.
Dengan adanya situasi ini, ilmuwan terus menerus mendorong agar masyarakat dunia mengurangi penggunaan bahan bakar fosil hingga nol.
"Kita harus berhenti menggunakan bahan bakar fosil," kata Friederike Otto dari Imperial College London. "Sekarang. Belum saatnya kita membiarkan perusahaan menghasilkan uang sebanyak yang mereka bisa."
PBB akan mengadakan pertemuan puncak terkait iklim pada tanggal 20 September. Wakil sekretaris jenderal PBB, Amina Mohammed, mengatakan bahwa hampir semua indikator iklim telah mengarah ke arah yang salah.
"Organisasi Meteorologi Dunia telah memperingatkan bahwa lima tahun ke depan kemungkinan besar akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, dan akan memberikan dampak paling parah bagi masyarakat rentan," paparnya.
"Kami berharap dan berharap bahwa para pemimpin (politik), sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil, akan menghadiri pertemuan ini dengan tindakan dan komitmen yang kredibel dan ambisius."
(luc/luc)