Ada Malapetaka Ancam Papua & Disorot Media Asing, Apa Itu?
Jakarta, CNBC Indonesia - Tutupan es atau 'salju abadi' yang berada di Puncak Jaya, Papua menjadi harta karun tersendiri bagi Indonesia. Bagaimana tidak, Indonesia yang memiliki iklim tropis ternyata dihiasi oleh salju yang jarang ditemui di negara Khatulistiwa.
Letaknya yang sangat tinggi membuat suhu di Puncak Jaya menjadi sangat dingin, yaitu pada siang hari mencapai 15 derajat Celcius dan pada malam hari bisa mencapai 5 derajat Celcius. Hal ini membuat Puncak Jaya dinobatkan sebagai daerah terdingin di Indonesia dan Salju di Puncak Jaya Wijaya ini disebut sebagai salju abadi di Indonesia.
Namun siapa sangka, kondisi salju di puncak tersebut kini terancam punah karena melelehnya lapisan es di permukaan bumi. Setiap tahun salju di Puncak Jaya Wijaya meleleh dengan rata-rata kedalaman 2 meter.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap ketebalan es yang tersisa pada Desember 2022 hanya 6 meter. Pencairan ini diakibatkan oleh dampak perubahan iklim. Terutama pada tahun 2015-2016, saat El Nino kuat melanda Indonesia, yang memicu suhu permukaan jadi lebih hangat.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, akibat El Nino gletser di Puncak Jaya mencair hingga 5 meter per tahun.
"Fenomena El Nino tahun 2023 ini berpotensi mempercepat kepunahan tutupan es Puncak Jaya. Realitas ini memiliki dampak besar bagi berbagai aspek kehidupan di wilayah tersebut. Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam," ujarnya dikutip Sabtu (26/8/2023).
Perubahan iklim ini, lanjutnya, juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut.
Dia memaparkan, sejak tahun 2010, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG bersama Ohio State University, AS, telah melakukan studi terkait analisis paleo-klimatologi berdasarkan inti es (ice core) pada gletser Puncak Jaya.
"Hasilnya, sejak pengamatan dilakukan sampai saat ini, tutupan es di Puncak Jaya mengalami pencairan dan menuju kepunahan," ujarnya.
"Pada 2010, tebal es diperkirakan mencapai 32 meter dan laju penipisan es sebesar 1 meter per tahun terjadi pada tahun 2010-2015. Kemudian saat terjadi El Nino kuat pada tahun 2015-2016, penipisan es pun mencapai 5 meter per tahun," tambahnya.
Jadi Sorotan Media Asing
Media Arab Saudi, Arab News, menyoroti ancaman yang tengah melanda gunung di Papua ini. Dalam tulisan berjudul 'Melting faster than ever, Indonesia's little-known glacier may disappear by 2025', media tersebut menyebut "gletser yang jarang diketahui di Indonesia" mungkin akan hilang pada awal 2025.
"Salju di Puncak Jaya akan segera hilang. Hal ini terjadi karena pemanasan global. Karena suhu di puncak telah meningkat, maka salju tidak dapat lagi dipadatkan menjadi gletser," tutur Dodo Gunawan, Kepala Departemen Perubahan Iklim BMKG, kepada Arab News.
Menurut Organisasi Meteorologi Dunia, gletser tropis merupakan indikator dan pencatat perubahan iklim yang sangat sensitif.
Media asal Malaysia, The Star, juga menyoroti hal yang sama. Dalam tulisan berjudul 'Papua mountain to lose 'everlasting' snow by 2025', yang juga mengutip sumber dari BMKG, menyebut puncak paling tinggi, dan terkenal di Indonesia akan segera kehilangan saljunya.
(dce)