Garap Proyek Baterai Listrik, RI Gandeng China-Amerika!

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
24 August 2023 12:05
Presiden Joko Widodo secara resmi memulai tahapan pembangunan industri baterai listrik terintegrasi pada Rabu, 8 Juni 2022, di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Joko Widodo secara resmi memulai tahapan pembangunan industri baterai listrik terintegrasi pada Rabu, 8 Juni 2022, di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan telah menggandeng sejumlah pihak dalam mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia. Pihak-pihak tersebut antara lain yakni China, Korea, Eropa hingga Amerika Serikat.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memperkirakan bahwa hampir semua negara di dunia pada 2030 akan beralih menggunakan mobil listrik. Adapun dalam proses produksi mobil listrik tersebut, komponen baterai menyumbang sebesar 40% dan sisanya 60% merupakan kerangka.

Sementara, sebagian besar potensial bahan baku baterai kendaraan listrik terdapat di Indonesia. Di luar lithium, RI mempunyai nikel, kobalt, dan mangan sebagai material utama baterai kendaraan listrik.

Sehingga bukan hal yang mengejutkan apabila kebijakan larangan ekspor mineral mentah berupa nikel mendapat pertentangan dari sejumlah negara.

"Di Indonesia kita punya 3 yang tidak kita punya hanya lithium. Ini lah politik luar negeri dunia agar memaksa kita industri kita tidak berkembang. Maka kami lawan dengan cara menggandeng investasi dari Korea LG sebesar Rp 165 triliun. Kemudian CATL dari China, Eropa dan Amerika Ford," Kata Bahlil dalam Kuliah Umum Menteri Investasi/Kepala BKPM di Universitas Sebelas Maret (UNS), dikutip Kamis (24/8/2023).

Di sisi lain, Bahlil membeberkan nilai ekspor nikel pada tahun 2017-2018 hanya sebesar US$ 3,3 miliar. Sementara setelah kebijakan hilirisasi diterapkan, nilai ekspornya melonjak hingga sepuluh kali lipat.

"Begitu kita stop bijih nikel kita bangun smelter kita bangun industri dan sekarang tau gak hasilnya dari 2019-2022 nilai ekspor kita dari nikel menjadi US$ 30 miliar 10 kali lipat naiknya," kata Bahlil.

Meski demikian, setelah pemerintah menutup keran ekspor bijih nikel ke luar negeri, Indonesia digugat oleh Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi China No.1 Dunia di 2100, RI Nomor Berapa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular