PLTU Disuntik Mati, Belum Tentu Udara Jakarta Bersih!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan permasalahan polusi udara di Jakarta tidak akan selesai jika hanya dengan memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Di mana memang PLTU menjadi salah satu yang dituding sebagai penyebab utama kotornya udara di Jakarta.
Deputi Koordinator Bidang Transportasi dan Infrastruktur Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin mengatakan bahwa polusi udara di Jakarta merupakan suatu kondisi yang kompleks. Sehingga, memensiunkan PLTU batu bara saja belum cukup untuk membuat udara di Jakarta menjadi bersih.
"Prinsipnya studi-studi ini emisi ini datang dari berbagai sumber, jadi ada dari sektor ini banyak, ini banyak, dan tentunya sampling method juga kita perhatikan. Jadi gak bisa kita poin kalau PLTU tutup maka udara bersih," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Selasa (22/8/2023).
Selain itu, dia mengatakan bahwa sumber lain yang juga menjadi penyumbang kotornya udara di DKI Jakarta adalah berasal dari sektor transportasi dan sektor industri. Dia mengatakan hal itu berdasarkan studi yang dilakukan oleh Vital Statistic DKI Jakarta, penyumbang terbesar polusi udara yang saat ini menghantui Jakarta adalah berasal dari sektor transportasi, industri, dan pembangkit listrik.
"Tapi yang saya pakai misal kalau ini dari DKI ada 9 data poin sumber emisi parameternya big three, pertama transportasi, kedua industri, dan ketiga pembangkit listrik," ujar Rachmat.
Adapun lebih rinci, Rachmat menyebutkan bahwa sektor transportasi menjadi sektor yang menyumbang paling banyak emisi karbon di Jakarta. Selain itu, ada pula jenis polutan yang dinilai paling berbahaya bila terhirup yang mana juga terkandung pada polusi yang dihasilkan dari sektor transportasi yakni PM 2,5.
"Dari Vital Statistic Jakarta ini, dari 5 polutan ada SO2, ada NOX, CO, PM 10, dan PM 2,5. Ini partikel yang paling berbahaya PM 2,3 karena sangat kecil dan bisa masuk paru-paru. Yang paling besar itu 4 dari 5 polutan yang ada di studi ini itu keluar dari sektor transportasi terbesar yang PM 2,5 67%, kemudian industri 26,8%, power plant 5,7%. Jadi 2/3 datang dari transportasi," tambahnya.
Dia menekankan bahwa terhitung ada sebanyak 20 juta lebih kendaraan bermotor yang ada di Jakarta. Hal itu belum terhitung dari kendaraan yang keluar masuk Jakarta beserta bus dan truk yang juga menjadi penyumbang polusi di Ibu Kota.
"Ada PLTU juga, ada ribuan industri. Ini semua saling kontribusi, solusi utama adalah bagaimana menurunkan pembakaran ini combustionnya. Bagaimana kita limit emisi jika pembakaran terjadi dan bagaimana melindungi masyarakat dari terpapar polusi," tandasnya.
Mengutip paparan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, terkait peningkatan kualitas udara Jabodetabek, yang disampaikan pada Rapat Terbatas Kabinet di Istana Negara, Jakarta, kemarin Senin (14/8/2023), sektor transportasi merupakan pengguna bahan bakar paling besar di Jakarta.
Data itu menunjukkan, sektor transportasi berkontribusi sebesar 44% dari penggunaan bahan bakar di Jakarta, diikuti industri energi 31%, lalu manufaktur industri 10%, sektor perumahan 14%, dan komersial 1%.
Dari sisi penghasil emisi karbon monoksida (CO) terbesar, disebutkan disumbang dari sektor transportasi sebesar 96,36% atau 28.317 ton per tahun, disusul pembangkit listrik 1,76% 5.252 ton per tahun dan industri 1,25% mencapai 3.738 ton per tahun.
Sepeda motor merupakan menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibanding mobil pribadi bensin, mobil pribadi solar, mobil penumpang, dan bus. Dengan populasi mencapai 78% dari total kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebanyak 24,5 juta kendaraan, dengan pertumbuhan 1.046.837 sepeda motor per tahun.
Namun dari sisi penghasil emisi Sulfur Dioksida (SO2), sektor industri manufaktur menjadi kontributor utama penghasil emisi SO2 yakni sebesar 2.631 ton per tahun atau sebesar 61,9%. Sedangkan posisi kedua penghasil emisi SO2 terbesar ditempati industri energi yaitu 1.071 ton per tahun atau sebesar 25,17%. Sedangkan kendaraan bermotor hanya 11% sebesar 493 ton per tahun.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Anak Buah Luhut Blak-blakan Polusi Udara Akut Jakarta
