BBM Jadi Sumber Polusi Udara Jakarta? Ini Kata Pertamina

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
21 August 2023 20:00
Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di SPBU kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di SPBU kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading Pertamina, turut buka suara terkait emisi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disebut sebagai kontributor utama pencemar emisi karbon yang berdampak pada polusi udara di DKI Jakarta dan sekitarnya.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, Pertamina telah melakukan sejumlah upaya untuk menekan emisi karbon bahan bakar kendaraan bermotor. Bahkan, lanjutnya, pihaknya juga sudah mengajak Dinas Lingkungan Hidup untuk melakukan aksi nyata, yakni dengan menggelar uji emisi gratis bagi masyarakat di ajang GIIAS 2023.

Dia mengatakan, langkah uji emisi diambil sebagai bentuk kepedulian Pertamina terhadap kesehatan emisi kendaraan masyarakat, mengingat emisi gas buang kendaraan menjadi salah satu faktor penyumbang polutan udara.

"Atas hal tersebut, kami lakukan uji emisi gratis bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup. Caranya pun mudah, hanya perlu booking slot uji emisi menggunakan aplikasi MyPertamina dan langsung datang ke parkiran GIIAS. Hasil ujinya resmi diverifikasi dari Dinas Lingkungan Hidup," jelas Irto, dikutip Senin (21/8/2023).

Irto berharap, melalui hasil uji emisi ini, akan memunculkan kesadaran masyarakat untuk merawat, serta bijak menggunakan bahan bakar bagi kendaraannya. Pasalnya, penggunaan BBM yang tepat dan lebih ramah lingkungan dengan sulfur rendah akan mempengaruhi emisi gas buang kendaraan.

Oleh sebab itu, Pertamina Patra Niaga menawarkan Pertamax Turbo dan Perta Dex, produk dengan sulfur terendah di bawah 50 ppm atau setara EURO 4.

"Lalu ada juga Pertamax dan Dexlite yang juga rendah sulfurnya, serta terakhir Pertamax Green 95 dengan bauran energi terbarukan, emisi yang dihasilkan juga rendah dan lebih ramah lingkungan," katanya.

Di sisi lain, upaya Pertamina menggenjot energi bersih di sisi hulu maupun midstream juga terus dilakukan. Salah satunya, dengan mendorong penggunaan campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) yakni biodiesel.

Setidaknya, selama kurun waktu 7 tahun terakhir, tingkat pencampuran biodiesel terus ditingkatkan, sejak Februari 2023 baurannya ditetapkan sebesar 35% atau B35. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut implementasi biodiesel sangat berdampak positif.

Pada tahun 2022 misalnya, penyaluran 10,5 juta kilo liter (kl) B30 atau bauran nabati sebesar 30% telah berdampak positif terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca sekitar 27,8 juta ton CO2. Selain itu, penggunaan B30 juga berdampak pada penghematan devisa negara hingga US$ 8,34 Miliar dan penyerapan tenaga kerja lebih dari 1,3 juta orang.

"Kita tingkatkan mandatori biodiesel dan ini sebagai substitusi bahan bakar Solar yang digunakan di mesin diesel, dan juga membawa Indonesia dengan energi yang ramah lingkungan," ungkap Airlangga saat menyampaikan keynote speech dalam acara Implementasi Mandatori Biodiesel B35 (31/01/2023).

Berkaca dari implementasi B30, B35 diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca. Adapun penggunaan B35 diproyeksikan dapat mengurangi hingga 34,9 juta ton CO2 dari perkiraan penyerapan B35 sebesar 13,15 juta kl.

Sebelumnya, mengutip paparan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, terkait peningkatan kualitas udara Jabodetabek, yang disampaikan pada Rapat Terbatas Kabinet di Istana Negara, Jakarta Senin (14/8/2023), sektor transportasi merupakan pengguna bahan bakar paling besar di Jakarta.

Data itu menunjukkan, sektor transportasi berkontribusi sebesar 44% dari penggunaan bahan bakar di Jakarta, diikuti industri energi 31%, lalu manufaktur industri 10%, sektor perumahan 14%, dan komersial 1%.

Dari sisi penghasil emisi karbon monoksida (CO) terbesar, disebutkan disumbang dari sektor transportasi sebesar 96,36% atau 28.317 ton per tahun, disusul pembangkit listrik 1,76% 5.252 ton per tahun dan industri 1,25% mencapai 3.738 ton per tahun.

Sepeda motor merupakan menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibanding mobil pribadi bensin, mobil pribadi solar, mobil penumpang, dan bus. Dengan populasi mencapai 78% dari total kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebanyak 24,5 juta kendaraan, dengan pertumbuhan 1.046.837 sepeda motor per tahun.

Namun dari sisi penghasil emisi Sulfur Dioksida (SO2), sektor industri manufaktur menjadi kontributor utama penghasil emisi SO2 yakni sebesar 2.631 ton per tahun atau sebesar 61,9%. Sedangkan posisi kedua penghasil emisi SO2 terbesar ditempati industri energi yaitu 1.071 ton per tahun atau sebesar 25,17%. Sedangkan kendaraan bermotor hanya 11% sebesar 493 ton per tahun.

"Penyebab utama tingginya emisi Sulfur Dioksida di Industri Manufaktur disebabkan penggunaan batu bara yang menghasilkan emisi SO2 sebesar 64%," tulis laporan itu.

Laporan itu juga menepis kabar bahwa dugaan polusi udara karena PLTU di Suralaya yang berdiri di Cilegon, Provinsi Banten, karena pergerakan angin yang tidak mengarah ke Jakarta.

"Bahwa dugaan polusi udara karena PLTU Suralaya tidak tepat sebab hasil analisis pemantauan tahun 2019 menunjukkan bahwa pergerakan pencemaran ke Selat Sunda bukan ke Jakarta," tulis pada laporan itu.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Takut Bensin Langka Saat Mudik, Ini Skenario Pertamina

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular