Media Asing Soroti Industri Kendaraan Listrik di RI, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia menggunakan pameran otomotif untuk mendorong produksi dan penjualan kendaraan listrik di pasar mobil terbesar di Asia Tenggara. Namun hal ini dinilai belum menarik banyak pembeli.
Reuters, dalam tulisan 'As Indonesia pushes EV dream, car shoppers stay cautious' menyebut beberapa alasan mengapa kendaraan listrik (EV) belum banyak menarik pembeli di Indonesia.
Rupanya premi harga kendaraan listrik, ketersediaan stasiun pengisian, dan keraguan tentang merek baru adalah salah satu alasan mengapa pembeli untuk menahan diri untuk membeli mobil listrik saat ini.
Dody Hartono, seorang pengunjung pameran mobil yang berencana membeli EV pertamanya pada tahun 2024, mengatakan dia menginginkan kesepakatan yang lebih baik.
"Kita harus membuat orang tertarik dulu dengan EV, dimulai dengan harga yang seharusnya 60% lebih murah," kata pria 54 tahun itu di pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2023 beberapa waktu lalu.
Hartono mengatakan ia baru akan tertarik jika harga mobil listrik berkisar antara US$ 10.000 (Rp 153 juta) dan US$ 13.000 (Rp 199 juta).
Pelanggan lain, Hendra Pratama (42), yang berbelanja mobil listrik di pameran otomotif mengatakan, harga premium di Indonesia perlu diturunkan untuk menarik konsumen kelas menengah ke bawah. "Itu tidak terjangkau," katanya.
Diketahui, pemerintah Indonesia telah memangkas pajak pertambahan nilai pada kendaraan listrik menjadi 1% dari 11%. Ini menjadikan harga awal Hyundai Ioniq 5 termurah menjadi di bawah US$ 45.000 (Rp 690 juta) dari lebih dari US$ 51.000 (Rp 782 juta) di Indonesia.
Sayangnya, hanya ada dua mobil listrik yang ditawarkan dengan harga kisaran itu, Air EV Lite dari Wuling dan E1 dari Seres Group dengan harga sekitar US$ 12.300 (Rp 188 juta). Mobil bertenaga bensin termurah di Indonesia, Daihatsu Ayla, mulai di bawah US$ 9.000 (Rp138 juta).
Seres Group China adalah mitra manufaktur EV dari perusahaan teknologi Huawei.
Sebagai perbandingan, salah satu mobil listrik terlaris di China, BYD Seagull dijual mulai dengan harga lebih dari US$ 10.000 (Rp 153 juta), tetapi perusahaan lain dan bahkan pembuat mobil China sendiri berjuang untuk menyamai harga semacam itu di pasar ekspor.
ATTO 3 BYD, mobil listrik terlaris di Asia Tenggara pada kuartal pertama, dimulai di Thailand dengan harga lebih dari US$ 31.000 (Rp 475 juta).
Kepercayaan Terhadap Merek
Berbeda dengan Hartono dan Pratama, pelanggan lain, Hendra Budi (44), mengatakan harga bukan masalah baginya, tapi dia ingin lebih percaya dengan merek yang ditawarkan.
"Kalau Toyota atau Honda meluncurkan full EV, kami akan tertarik," katanya.
Namun, Toyota mengatakan belum berencana membangun EV di Indonesia. Toyota, afiliasinya Daihatsu, dan Honda, menyumbang dua pertiga dari penjualan mobil di Indonesia tetapi lambat untuk beralih ke mobil listrik.
Indonesia sejauh ini telah menetapkan target untuk memproduksi sekitar 600.000 EV pada tahun 2030. Itu akan lebih dari 100 kali lipat jumlah yang terjual di Indonesia pada paruh pertama tahun 2023.
Menko Perekonomian RI berharap pameran mobil Jakarta akan mendorong penjualan lebih dari 26.000 kendaraan, jumlah yang terjual di pameran mobil tahun lalu. Namun jumlah akhir mobil yang terjual, dan pangsa EV di dalamnya, belum tersedia hingga kini.
(luc/luc)