Beban BUMN Infrastruktur Hantui APBN Terakhir Jokowi

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai penugasan pemerintah terhadap BUMN untuk pembangunan infrastruktur Indonesia memiliki potensi membebani APBN 2024. Ini sebagaimana terungkap dalam Buku Nota Keuangan beserta RAPBN 2024.
Dalam buku itu disebutkan bahwa pada 2024 BUMN infrastruktur akan mengalami peningkatan risiko yang berasal dari peningkatan tensi
geopolitik, inflasi global yang persisten dan berlanjutnya penguatan dolar AS.
Khusus untuk BUMN energi, risiko terhadap kinerja keuangannya antara lain dampak dari kenaikan harga-harga komoditas akibat situasi geopolitik, misalnya batubara dan ICP serta fluktuasi nilai tukar yang berdampak terhadap kenaikan biaya operasional yang harus ditanggung.
Untuk BUMN di bidang konstruksi, permasalahan utamanya adalah manajemen kas untuk operasional yang membutuhkan kredit modal kerja dari perbankan untuk menutup kekurangan kas operasi.
Di tengah risiko itu, juga ada risiko penugasan pemerintah kepada BUMN untuk pembangunan infrastruktur dari sisi penambahan investasi pada BUMN infrastruktur berupa PMN untuk penarikan pinjaman atau penerbutan surat utang baru. Dengan demikian, penugasan kepada BUMN infrastruktur akan meningkatkan nilai aset dan leveraging BUMN infrastruktur.
"Pemerintah menyadari bahwa kondisi tersebut akan meningkatkan risiko terhadap APBN di kemudian hari, mengingat sebagian besar pembiayaan yang digunakan untuk BUMN tersebut berasal dari perbankan dan pasar modal," dikutip dari Buku Nota Keuangan, Senin (21/8/2023).
Sebagai contoh, untuk PT PLN total PMN dari 2015-kuartal I 2023 telah sebesar Rp 50,1 triliun, dengan kenaikan aset selama periode itu mencapai Rp 332,2 triliun. Namun kenaikan aset dibagi total PMN atau leveraging telah sebesar 6,6 dan leveraging (debt to equity) menjadi 10,9.
Pemerintah memberikan PLN dana PMN dan menugaskan untuk melakukan pembangunan infrastruktur kelistrikan dengan program listrik pedesaan.
Demikian juga untuk PT KAI misalnya, dengan total PMN dari 2015-kuartal I 2023 telah sebesar Rp 12,5 triliun, kenaikan aset selama periode itu sebesar Rp 39,6 triliun. Namun kenaikan aset dibagi total PMN atau leveraging telah sebesar 4,0 dan leveraging (debt to equity) menjadi 7,7.
Sementara itu, pemerintah memberikan PMN kepada KAI membiayai porsi ekuitas Indonesia atas cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dan LRT Jabodebek.
"Sebagai mitigasi awal, Pemerintah dapat memberikan penjaminan atas penarikan pinjaman atau penerbitan surat utang baru untuk menurunkan beban bunga BUMN infrastruktur tersebut, dimana Pemerintah tetap memperhatikan kemampuan bayar dalam pemberian jaminan tersebut," sebagaimana termuat dalam Buku Nota Keuangan.
Potensi risiko fiskal yang bersumber dari penugasan BUMN infrastruktur antara lain: (1) proyek yang dibangun oleh BUMN bersifat feasible secara ekonomi, tetapi secara komersial tidak sepenuhnya viable; (2) fluktuasi variabel ekonomi makro; (3) perubahan regulasi termasuk penentuan tarif yang tidak sesuai dengan rencana pengembalian investasi; (4) risiko operasional yang melekat pada pembangunan proyek infrastruktur; (5) risiko operasional dari pengelolaan aset infrastruktur yang dapat menurunkan kinerja keuangan BUMN; dan (6) tuntutan hukum.
"Terhadap risiko BUMN infrastruktur yang berdampak kepada perbankan (risiko penjalaran/contagion risk BUMN infrastruktur kepada sektor keuangan), Pemerintah secara rutin melakukan pemantauan dan pengendalian risiko."
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Vending Machine UMKM Bermunculan di Stasiun KA, Begini Penampakannya