
Ramai Ahli Usulkan Moratorium Pabrik Nikel, ESDM Bilang Gini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah didorong untuk segera melakukan pembatasan atau moratorium fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di Indonesia lantaran cadangan yang terhitung sudah semakin menipis di dalam negeri.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat suara mengenai hal tersebut. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif menyebutkan bahwa rencana moratorium smelter nikel saat ini masih berbentuk imbauan oleh Menteri ESDM Arifin tasrif.
Dia mengatakan, imbauan tersebut menimbang konsumsi bijih nikel, khususnya untuk jenis nikel kadar tinggi atau saprolit dalam negeri semakin tinggi dan harus diperhatikan.
"Belum (ada moratorium), baru imbauan saja dari Pak Menteri (Arifin Tasrif). Karena memang konsumsi bijih saprolitnya luar biasa, ini yang harus kita perhatikan. Tapi yang sudah disetujui saya kira tetap jalan ya, terutama yang masih dalam program strategis nasional," jelasnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Namun demikian, dia mengakui, cadangan nikel RI kini semakin menipis. Dengan asumsi tak ada temuan baru, maka cadangan bijih nikel RI diperkirakan hanya cukup untuk 10-15 tahun ke depan.
"Ya kita tetap itu, bahwa harus tetap dibatasi. jadi baru imbauan. Kira-kira kalau kita hitung-hitung secara kasar (cadangan nikel) 10-15 tahun. Tapi yang saya bilang tadi, ini sangat dinamis tergantung kegiatan eksplorasi kita penemuan cadangan baru, kemudian pemanfaatan limonit selain saprolit," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa pihaknya sudah mengimbau untuk tidak ada lagi investasi yang masuk dalam pembangunan smelter nikel baru berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Khususnya, yang menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa NPI dan FeNi.
"Sudah diimbau. Sementara ini sudah dihimbau untuk tidak lagi menginvestasikan ke situ," kata Arifin ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (11/8/2023).
Beberapa kalangan ahli pertambangan mendesak pemerintah untuk menyetop pembangunan atau melakukan moratorium fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel baru di dalam negeri, khususnya pabrik nikel fase 1 yakni Nickel Pig Iron (NPI) dan feronikel (FeNi).
Permintaan penyetopan pabrik nikel baru itu didasari atas cadangan nikel di Indonesia yang semakin menipis, dan diprediksi bisa habis dalam kurun waktu 7 tahun lagi.
Plh Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif IMA, Djoko Widajatno mengatakan bahwa menipisnya cadangan nikel dalam negeri dikarenakan meningkatnya kebutuhan pasokan smelter tingkat satu jika rencana pembangunan smelter nikel beroperasi keseluruhan.
"Akan tetapi kondisinya sekarang dengan adanya integrated smelter dan stand alone smelter jumlah integrated itu 22 sampai dengan rencana 28 dan yang integrated itu kalau semuanya jadi 104 berarti ada 132 smelter. Nah kalau kita lihat 132 dibanding 22 smelter yang diencanakan tentu kebutuhan bijihnya itu akan melambung 4 kali jadi 497 atau 400 juta wet ton nikel ini yang menyebabkan umurnya jadi 7 tahun," jelas Djoko kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Selasa (15/8/2023).
Selain itu, dia mengatakan bahwa pembangunan hingga total 136 smelter itu diperkirakan akan selesai pada tahun 2025 mendatang. Saat ini, Djoko mengatakan bahwa kebutuhan akan nikel masih pada kisaran 200 juta ton per tahun.
"Tapi ini kan hitungan akhir yang diperkirakan selesainya nanti yang 136 (smelter) itu di tahun 2025. Sementara ini masih di kisaran 200 juta ton, jadi saya yakin masih bisa 7 tahun dengan fungsi yang sekarang," tambahnya.
Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) juga meminta pemerintah untuk segera menyetop atau moratorium pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel baru di dalam negeri. Pasalnya, cadangan bahan tambang strategis yakni nikel RI diperkirakan semakin menipis dan tidak bertahan lama.
Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli mengatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan moratorium smelter nikel.
"Kami beberapa kali usul dilakukan moratorium pembangunan smelter pirometalurgi karena menggunakan nickel ore kadar tinggi, saprolit, yang minim. Kalau digenjot terus, kita khawatir ketahanan cadangan nikel riskan," jelas Rizal kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (18/8/2023).
Rizal menjelaskan, bijih nikel terbagi menjadi dua jenis. Pertama, bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5% atau saprolit yang diproses melalui smelter pirometalurgi. Jenis kedua adalah bijih nikel kadar rendah atau limonit yang diproses melalui smelter hidrometalurgi atau High Pressure Acid Leaching (HPAL).
Khusus jenis saprolit, Rizal menjelaskan bahwa cadangannya tidak sebanyak limonit. Pihaknya memperkirakan bahwa umur cadangan saprolit di Indonesia paling lama hanya mencapai 7 tahun lagi. Ini dengan asumsi penyerapan bijih nikel kadar tinggi mencapai 460 juta ton per tahun.
"Kami kira apabila semua smelter terutama yang pirometalurgi selesai dibangun, cadangan saat ini bertahan sekitar 5-7 tahun, karena jumlah kebutuhan nikel 460 juta ton (per tahun) apabila semua smelter dibangun," bebernya.
Sedangkan, untuk jenis nikel kadar rendah atau limonit, Rizal mengatakan bahwa dengan cadangan yang ada saat ini bisa bertahan hingga 33 tahun ke depan.
"Untuk limonit, data yang di bawah 1,5% kadarnya, untuk apabila semua refinery atau smelter hidrometalurgi selesai dibangun, bertahan sekitar 33 tahun kurang lebih," tandasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pabrik Nikel Baru Diminta Disetop, Ini Kata ESDM