
Petaka Kekeringan Hantam 27.000 Ha Pertanian RI Efek El Nino

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan, musim kemarau tahun ini akan lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021, dan 2022. Di mana, per 1 Agustus 2023, BMKG merilis, 63% wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau.
Akibatnya, terjadi kekeringan di berbagai wilayah di Indonesia.
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, 27.000 hektare (ha) lahan pertanian di Indonesia mengalami kekeringan. Angka itu melonjak dibandingkan luas kekeringan di musim kemarau tahun 2022, yang hanya 2.700-an ha.
Di sisi lain, dia menambahkan, ada sekitar 14.000 ha lahan pertanian yang mengalami banjir. Berdasarkan pengumpulan data pada periode April-Juli 2023. Luas lahan terkena banjir ini turun dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 16.000 ha.
"Pada musim kemarau ini, lahan terkena puso karena tenggelam banjir itu 1.800 hektare. Sementara yang puso karena kekeringan itu 469 hektare. Nah ini karena pusonya kurang lebih hanya 2%, saya bisa menyimpulkan upaya kita menahan kekeringan gagal panen sudah cukup baik," kata Koordinator Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Serealia Kementerian Pertanian (Kementan) Gandi Purnama, dikutip Rabu (9/8/2023).
Untuk itu, lanjutnya, Kementan menyiapkan sejumlah program antisipasi, yaitu Gerakan Tanam (Gertam) 1.000 hektare (ha). Di 6 wilayah utama, yaitu, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi. Ditambah, 4 provinsi pendukung yaitu Lampung, Banten, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Kementan melakukan sejumlah langkah strategis dalam mengantisipasi dampak El Nino. Pertama, Gertam 1.000 hektare per kabupaten dan gerakan nasional (Gernas) penanganan dampak El Nino 500.000 ha di 10 provinsi untuk meningkatkan perluasan areal tanam (PAT) dan produktivitas berdasarkan mapping wilayah," katanya.
"Kita percepat tanam, kalau Agustus kita tanam harapannya November sudah bisa panen dengan pengawalan super ketat antar lini dari daerah ke pusat," tambah Gandi.
Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, musim kemarau yang lebih kering tahun ini akibat fenomena iklim El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif. Kedua fenomena itu menyebabkan penurunan curah hujan, termasuk di Indonesia.
Di mana, pemantauan 10 hari terakhir Juli 2023, indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan nilai sebesar +1,14 yang mengindikasikan intensitas El Nino terus menguat sejak awal Juli. BMKG memprediksi puncak dampak El Nino akan terjadi pada Agustus-September 2023 mendatang.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kapan El Nino di Indonesia Selesai? Ini Penjelasan BMKG