
Pabrik Nikel Menjamur, Investasi di 2023 Tembus Rp39 Triliun

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menggencarkan hilirisasi tak pelak berdampak pada semakin menjamurnya pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri, terutama untuk komoditas nikel.
Tak tanggung-tanggung, sebanyak 111 smelter nikel diperkirakan akan beroperasi pada beberapa tahun mendatang.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), 111 unit smelter tersebut terdiri dari 9 proyek dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 102 non-IUP atau Izin Usaha Industri (IUI).
Dari target tersebut, sebanyak 37 proyek smelter di antaranya telah beroperasi, yakni 5 smelter oleh pemegang IUP dan 32 smelter dari pemegang IUI.
Adapun untuk smelter nikel yang dilakukan pemegang IUP, pada 2023 ini ditargetkan bertambah satu proyek lagi yang mulai beroperasi, sehingga total smelter nikel yang beroperasi hingga 2023 bisa mencapai 6 proyek.
Subkoordinator Produksi Batu Bara dan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Azaria Indrawardhana mengatakan investasi pembangunan smelter nikel oleh pemegang IUP pada 2023 ini diperkirakan mencapai US$ 2,6 miliar atau setara Rp 39,4 triliun (asumsi kurs Rp 15.185 per US$).
Adapun untuk total investasi proyek smelter sejumlah komoditas di Tanah Air, termasuk bauksit, tembaga, dan besi diperkirakan mencapai US$ 11,66 miliar atau sekitar Rp 177 triliun.
"Smelter nikel ada lima saat ini dan rencananya mungkin dua tahun ke depan setidaknya kita punya dua dan total tujuh smelter, kita sedang merencanakan tujuh smelter sekarang, untuk smelter dari pemegang IUP," jelasnya dalam acara 'Nickel Conference' CNBC Indonesia, Jakarta, dikutip Senin (7/8/2023).
"Nilai smelter nikel untuk tahun ini diperkirakan sekitar US$ 2,67 miliar," ucapnya.
Selain itu, dia mengungkapkan menjamurnya smelter nikel di Indonesia juga tercermin dari banyaknya Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel. Saat ini terdapat 3 pemegang Kontrak Karya (KK) pertambangan nikel dan 300 pemegang IUP nikel.
"Kami memiliki 303 IUP. Tiga kontrak kerja dan 300 IUP yang terdaftar ke sistem kami dan ke Sistem Kementerian ESDM," ujar Azaria.
Seperti diketahui, cadangan nikel RI merupakan no.1 terbesar di dunia, yakni menguasai 21% cadangan nikel dunia. Begitu juga dari sisi produksi. Produksi nikel RI merupakan terbesar no.1 di dunia, menguasai 48% pasokan nikel dunia.
"Ya saat ini kita memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yakni sekitar 21% dari total cadangan dunia. Untuk produksi, Indonesia terhitung berkontribusi sebesar 48% dari total produksi nikel dunia saat ini. Bersyukur biaya produksi di Indonesia rendah," tuturnya.
Komoditas nikel ini merupakan salah satu komoditas penting dan sangat berharga, khususnya untuk pembuatan baterai dan mobil listrik.
Bahkan, Indonesia bermimpi menjadi 'raja' baterai kendaraan listrik, melalui program hilirisasinya. Bukan tanpa progres, Indonesia melalui program hilirisasinya sudah mampu menghasilkan nikel sulfat atau bahan baku utama penyusun prekursor katoda baterai kendaraan listrik.
Produksi nikel sulfat itu dimiliki oleh Harita Nickel melalui unit bisnisnya PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) yang merupakan perusahaan afiliasi bisnis dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL).
Belum lama ini NCKL meresmikan operasional produksi nikel sulfat pertama di Indonesia dan juga merupakan yang terbesar di dunia. Peresmian operasi produksi nikel sulfat dengan kapasitas 240 ribu ton per tahun tersebut dilakukan di kawasan operasional Harita Nickel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
Pabrik nikel sulfat yang berdiri di Pulau Obi ini, diklaim akan menjadi pabrik pertama di Indonesia yang memproduksinya sekaligus menjadi yang terbesar di dunia dari sisi kapasitas produksi. Ekspor perdana 5.584 ton nikel sulfat yang dikemas dalam 290 kontainer telah dilakukan pada 16 Juni 2023.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Catat! Pabrik Nikel & Tembaga Terbesar Dunia Ada di RI