Internasional

Bukan Ukraina, Negara Ini 'Medan' Perang Baru Barat VS Rusia

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Jumat, 04/08/2023 13:00 WIB
Foto: Pendukung junta Niger memegang bendera Rusia (AP/Sam Mednick)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan geopolitik antara Barat dan Rusia memanas sejak perang di Ukraina. Barat menentang langkah Moskow yang meluncurkan serangan ke negara tetangganya itu.

Namun, di luar Ukraina, muncul 'medan' perang baru antara kedua pihak. Negara yang menjadi ajang pertempuran baru antara keduanya adalah Niger, yang baru mengalami kudeta militer.


Niger adalah koloni Prancis selama lebih dari 50 tahun sebelum merdeka pada tahun 1960. Meski telah merdeka, banyak warga Niger percaya salah satu patron Barat itu terus bertindak sebagai kekuatan kekaisaran dan merampas sumber daya alamnya.

Ini akhirnya berujung pada kudeta yang dipimpin Jenderal Abdourahamane Tchiani kepada rezim yang terpilih secara demokratis pimpinan Mohammed Bazoum. Selepas kudeta, kelompok pro Tchiani melakukan demonstrasi besar-besaran ke Kedutaan Prancis.

Setelah kudetanya sukses, Tchiani bahkan bertekad untuk mengumumkan penangguhan ekspor uranium dan emas ke Prancis. Langkah ini pararel dengan tuntutan demonstrasi yang dilakukan kelompok pro Tchiani di perwakilan Prancis itu.

Barat telah merespon dengan menentang langkah kudeta Tchiani ini. Beberapa negara Barat bahkan meminta jenderal militer itu untuk membebaskan Bazoum yang saat ini berada dalam kurungan Tchiani.

Di sisi lain, nama Presiden Rusia Vladimir Putin menjadi salah satu nama yang digemakan oleh sebagian warga yang mendukung kudeta di Niger. Teriakan "Hidup Putin", "Hidup Rusia", dan "jatuhlah Prancis" terdengar di antara kerumunan yang berunjuk rasa.

Seorang ahli di think tank Turki TASAM yang berfokus pada sub-Sahara Afrika, Huriye Yildirim Cinar, mengatakan pertempuran antara Moskow dan Barat telah memainkan peran kunci dalam perubahan kekuasaan tersebut. Ia mengatakan upaya kudeta telah didalangi oleh sebuah faksi di militer yang menentang hubungan dekat pemerintahnya dengan Barat dan "pasivisme" negara.

"Setelah kudeta di negara-negara seperti Mali, Guinea, Burkina Faso, dan Republik Afrika Tengah, negara-negara ini membangun kemitraan yang kuat dengan Rusia dan menjauhkan diri dari Barat, terutama Prancis," kata Cinar kepada Anadolu Agency, dikutip Jumat (4/8/2023).

"Pada titik ini, Niger... telah muncul sebagai satu-satunya negara di kawasan yang dapat disebut sebagai sekutu Barat," tambahnya.

Cinar menambahkan Niger, negara berpenduduk sekitar 25 juta, memiliki peran penting dalam kebijakan Barat yang lebih luas untuk sub-Sahara. Amerika Serikat (AS) bahkan pernah membuka pangkalannya di negara itu.

Dari segi kekayaan alam, World Nuclear Association (WNA) mengatakan Niger adalah produsen uranium terbesar ketujuh di dunia. WNA juga menegaskan bahwa Niger, pada tahun 2022, menghasilkan 2020 tU yang akan dianggap lebih dari 4% dari produksi uranium dunia.

Saat ini, produksi uranium di Niger sebagian besar terjadi melalui perusahaan yang dimiliki mayoritas Prancis bernama Orano yang memiliki 63,4% Société des Mines de l'Aïr (SOMAÏR). Sisanya 36,66% dimiliki oleh Société du Patrimoine des Mines du Niger, yang dikenal sebagai Sopamin.

"Di sisi lain, Niger adalah negara terkaya keempat di dunia dalam hal sumber daya uranium. Perusahaan nuklir Prancis AREVA telah memegang hak untuk memproses sumber daya uranium di Niger selama lebih dari 50 tahun. Untuk alasan ini, baik Prancis maupun AS sangat mementingkan Niger," tambah Cinar.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sekjen NATO Beri Sinyal Perang