
Lengkap! Penjelasan Pemerintah, BI & OJK Soal Aturan DHE

Jakarta, CNBC Indonesia - Jajaran menteri serta kepala otoritas moneter dan jasa keuangan Presiden Joko Widodo keroyokan membenahi pengelolaan devisa hasil ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan atau pengolahan sumber daya alam (SDA). Seusai Jokowi menerbitkan aturan baru terkait itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023.
Jajaran anak buah Presiden Jokowi itu di antaranya Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar. Masing-masing dari mereka pun telah memperjelas ketentuan baru yang telah Jokowi buat dari DHE.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pengelolaan DHE SDA dari empat sektor, yaitu pertambangan, perkebunan, kehutanan, hingga perikanan ini menjadi sangat penting diperkuat untuk mengarahkan sumber devisa hasil ekspor untuk pembangunan ekonomi dalam negeri, termasuk menjaga stabilitas makro domestik.
Ia mengatakan, potensi devisa yang sebetulnya Indonesia bisa peroleh dari empat sektor SDA itu mencapai US$ 203 miliar pada 2022 atau sekira 69,5% dari total ekspor Indonesia. Oleh sebab itu, dengan ketentuan penguatan pengelolaan DHE SDA supaya mampu terparkir lama di tanah air menurutnya mampu membuat cuan devisa minimal US$ 60 miliar per tahun.
"Jadi antara US$ 60 miliar sampai dengan US$ 100 miliar, itu range yang bisa kita dapatkan," kata Airlangga saat konferensi pers bersama di kantornya, Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Cuan devisa ini kata dia tertinggi masih disumbang dari pertambangan sekitar 44%, atau US$ 129 miliar yang utamanya berasal dari batu bara hampir 36% dari sektor pertambangan. Kemudian perkebunan US$ 55,2 miliar atau 18% dengan komoditas terbesar adalah kelapa sawit US$ 27,8 miliar atau 50,3% dari total ekspor perkebunan.
"Sedangkan hutan US$ 11,9 miliar atau 4,1%, tentu yang terbesar adalah pulp and paper industry. Di sektor perikanan US$ 6,9 miliar, ini adalah udang dan yang lain," tutur Airlangga.
Dari potensi itu, maka PP 36/2023 ini kata Airlangga telah mewajibkan empat sektor yang memperoleh usaha dari SDA Indonesia itu dan memiliki nilai ekspor minimal US$ 250 ribu per dokumen ekspor harus mematuhi ketentuan DHE. Para eksportir wajib menyimpan DHE SDA paling sedikit 30% dalam sistem keuangan Indonesia dengan jangka waktu minimal 3 bulan per 1 Agustus 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, sebagai penguat PP 36/2023, dirinya telah menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 272 Tahun 2023 untuk mengatur secara rinci jenis barang ekspor atau pos tarif yang harus patuh terhadap ketentuan DHE terbaru itu. KMK ini merevisi KMK Nomor 744 Tahun 2020.
"Dengan demikian total pos tarif yang tadinya sudah diatur di 2020 melalui KMK 744/2020 adalah 1.285 pos tarif, sekarang ditambah 260 pos tarif menjadi 1.545 pos tarif," ungkap Sri Mulyani.
Untuk sektor pertambangan, yang tadinya 180 pos tarif yang terkena DHE, sekarang ditambahkan 29 pos tarif menjadi 209 pos tarif; Perkebunan 500 pos tarif, ditambah 67 menjadi 567 pos tarif; Kehutanan 219 pos tarif ditambah 44 pos tarif menjadi 263 pos tarif; dan Sektor perikanan 386 pos tarif ditambah 120 pos tarif menjadi 506 pos tarif.
Selain memperluas pos tarif yang harus patuh ketentuan DHE, Sri Mulyani turut mengeluarkan ketentuan baru terkait sanksi administratif penangguhan layanan ekspor, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 73 Tahun 2023. Melalui aturan itu, ia memperkuat integrasi data pengawasan antara BI, OJK, dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap para eksportir yang wajib patuh ketentuan DHE.
"Untuk itu, kita tentu akan bekerja sangat erat dengan BI dan OJK. Dalam hal terjadi kesalahan pengenaan sanksi dan eksportir dapat membuktikan bahwa mereka telah memenuhi kewajiban," tuturnya.
Sri Mulyani juga mengingatkan, selain sanksi, pihaknya memberikan insentif perpajakan bagi para eksportir yang memang patuh terhadap ketentuan DHE terbaru ini, di samping juga memberikan status eksportir sebagai eksportir bereputasi baik dan insentif lain yang dapat dikeluarkan oleh kementerian atau lembaga lain.
Insentif yang diberikan tertuang dalam aturan lama yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 123 Tahun 2015 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Dalam ketentuan itu, semakin lama DHE ditempatkan di sistem keuangan domestik, maka makin menyusut pengenaan tarif PPh depositonya nya.
"Dia sudah mendapatkan berbagai insentif dari BI supaya kebutuhan bisnis tidak terdisrupsi dan dari sisi kewajiban perpajakan juga dapat fasilitas yang sangat baik. Ini tentu agar eksportir merasa ini mekanisme adil," ucap Sri Mulyani.
Adapun Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo secara garis besar menyampaikan tentang rencana penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terbaru yang menyempurnakan PBI tentang DHE dan devisa pembayaran impor. Aturan itu terdiri dari mulai pengawasan, instrumen penempatan DHE nya, hingga bunga yang lebih kompetitif bagi simpanan DHE para eksportir.
Khusus untuk instrumen, ia menyebutkan, setidaknya akan ada tujuh yang bisa dijadikan tempat penempatan DHE. Di antaranya ialah di rekening khusus DHE, di deposito valas bank, hingga di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Khusus di LPEI, promissory notes nya bisa diteruskan ke BI bagi para eksportir sehingga bisa masuk ke term deposit valas BI.
"BI menyediakan instrumen term deposit valas, bunganya kompetitif, akan kami review bulan ke bulan, kompetitif dengan luar negeri, jauh lebih tinggi dengan suku bunga valas dalam negeri," tegas Perry.
Untuk TD Valas, bila jumlah yang disimpan para eksportir lebih dari US$ 10 juta dengan jangka waktu 3 bulan maka bunganya akan mencapai 5,51% dari BI ke pihak bank eksportir tersebut. Dari bank ke eksportir suku bunganya 5,385% sehingga bank nya hanya akan mendapatkan fee sebesar 0,125%.
"Tentu saja bunga itu akan review, bunga 5,385% untuk 3 bulan ini lebih tinggi dengan suku bunga valas dalam negeri yang berkisar 1,75-2,25%. Karena apa, BI bisa menempatkan term deposit valas itu untuk berbagai instrumen, bisa deposito di luar negeri, sekuritas, dan kami juga mengelola ini," ucapnya.
Selain itu, bila eksportir butuh rupiah, deposito valas atau rekening khusus atau reksus valas bank bisa digunakan sebagai agunan untuk kredit rupiah. Jadi, bank dapat memberikan kredit rupiah kepada eksportir dengan agunan reksus atau deposito valas, suku bunganya antara bank dengan eksportir.
"Boleh juga, eksportir butuh rupiah, bisa menggunakan valas tadi untuk swap. Kurang lebih kalau tiga bulan itu spreadnya antara 6-6,5 rupiah, Itu didasarkan pada spot ditambah beberapa poin. Kalau ditahunkan itu kurang lebih 5,5% kalau tiga bulan. Itu sudah produk keenam," ucap Perry.
Untuk instrumen ke-7 adalah BI turut menyediakan swap kepada bank. Dengan begitu, bank yang menerima swap dari eksportir, lalu bank itu melakukan re-swap ke BI dapat dilakukan untuk DHE tersebut. Perry memastikan rate yang disediakan juga akan kompetitif berdasarkan mekanisme pasar dan juga biayanya akan murah.
"Ini tujuh produk yang kami sudah sediakan dan pendukungan untuk PP 36/2023, sehingga yang 30% tetap masuk dan kemudian dapat suku bunga kompetitif, kebutuhan rupiah bisa dipenuhi, dan bank bisa bertransaksi dengan BI," ungkap Perry.
Terakhir, Ketua DK OJK Mahendra Siregar mengatakan, dukungan dari OJK adalah telah memberikan arahan langsung kepada para jajaran direksi perbankan umum untuk memberi dukungan penempatan DHE SDA dari eksportir di bank supaya bisa mendapatkan agunan tunai atau cash collateral sepanjang memenuhi persyaratan agunan tunai di OJK ihwal kualitas aset.
Kedua, arahan terkait PP Nomor 36 Tahun 2023 ini langsung disampaikan kepada para manajemen LPEI supaya mereka dapat menerima DHE SDA dan ditampung dalam rekening debitur LPE maupun pembukaan rekening khusus, serta penerbitan instrumen keuangan lainnya. Penerbitan instrumen keuangan itu tidak dapat dialihkan atau dikuasakan kepada pihak lain.
"Jadi dampak positif yang akan terjadi dengan implementasi ini PP ini akan besar. Antara lain, adalah peningkatan likuiditas valas di dalam negeri, mendorong aktivitas dan produk berbasis valas maupun kegiatan lainnya apabila dikonversi dan tentunya akan memperkuat dan juga mendorong kedalaman dalam jasa keuangan yang ada. Pada gilirannya pada perkuatan ekonomi Indonesia," ucap Mahendra.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Tak Kunjung Teken Aturan Dolar Eksportir, Ada Apa Nih?
