Nickel Conference 2023

RI Lagi Bangun Pabrik Lithium, Ini Dia Pemiliknya

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Rabu, 26/07/2023 19:05 WIB
Foto: Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto mengikuti sesi diskusi panel sesi 2 dengan tema "Ensuring Nickel and Battery Supply" di acara CNBC Indonesia Nickel Conference 2023, di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta, Selasa, 25/7. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) membeberkan bahwa Indonesia saat ini tengah membangun pabrik katoda baterai lithium di dalam negeri bersama dengan investor China.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, nantinya pabrik katoda baterai lithium itu akan memiliki kapasitas produksi mencapai 60 ribu ton.

Seperti diketahui, lithium saat ini dipandang penting bagi Indonesia untuk mencapai cita-cita Tanah Air menjadi 'raja' baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Pasalnya, Indonesia memerlukan lithium sebagai komponen penting pembuatan baterai EV. Namun sayang, lithium belum ada di Tanah Air.


Lantas, siapa investor China yang membangun pabrik lithium di Morowali, Sulawesi Tengah itu?

Seto membeberkan bahwa investor China yang tengah membangun pabrik lithium di Indonesia adalah BTR New Material Group Co Ltd. BTR kini juga tengah membangun fasilitas produksi anoda yang memiliki kapasitas mencapai 80 ribu ton.

"Ini akan menjadi kunci kita membangun rantai pasok baterai EV. Tanpa pabrik baterai lithium, ini akan menjadi sulit. Pabrik lithium hydroxide kini tengah dalam proses konstruksi. Ini diinvestasikan oleh BTR. BTR ini merupakan salah satu produsen anoda terbesar di dunia," ungkapnya dalam acara "Nickel Conference 2023" CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (25/07/2023).

Seto menjelaskan, pabrik berkapasitas 60 ribu ton lithium itu terbagi menjadi dua jenis produk, yakni lithium hidroksida sebesar 50.000 ton dan lithium karbonat 10.000 ton.

Lithium hidroksida sendiri bisa diproduksi dan digunakan untuk jenis baterai NMC (Nikel, Mangan, Kobalt). Sedangkan, lithium karbonat bisa digunakan untuk jenis baterai kendaraan listrik LFP (Lithium, Iron, Phosphate).

"Jadi lithium hydroxide yang kita miliki, yang sedang dibangun di Morowali akan memiliki kapasitas 60.000 ton lithium, dibagi menjadi 50.000 ton lithium hiydroxide, ini untuk baterai NCM, lalu 10.000 ton lithium karbonat untuk baterai LFP," tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Negeri Kanguru alias Australia tak ragu menyetujui penambahan 60 ribu ton ekspor lithium ke Indonesia.

Luhut menyebut Pemerintah Australia awalnya sepakat bahwa 60 ribu ton lithium yang diekspor ke Indonesia setiap tahunnya akan diproses di Morowali mulai tahun depan. Namun, Indonesia meminta adanya tambahan 60 ribu ton ekspor lithium kembali dari Australia.

Namun bedanya, dalam tambahan kali ini Pemerintah Indonesia juga meminta agar Australia turut terlibat dalam proyek hilirisasi produksi baterai kendaraan listrik di Indonesia dengan memiliki ekuitas. Dengan demikian, Indonesia dan Australia memiliki ekuitas dalam proyek baterai kendaraan listrik, meski nantinya teknologi dari Tiongkok.

"Kita kan sudah impor 60 ribu ton lithium dan kita smelting di Morowali akan mulai saya kira awal tahun depan proses smelternya. Kemarin ke sana kita minta lagi bisa gak 60 ribu lagi tapi kalian ikut partisipasi, ada equity juga," kata Luhut dalam acara Economic Update 2023 CNBC Indonesia, Senin (10/7/2023).

Dengan tambahan tersebut, maka fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) yang akan terbangun merupakan milik Indonesia-Australia. Sementara itu, teknologi pengolahannya nantinya dapat menggunakan dari Tiongkok.

"Itu disetujui Perdana Menterinya karena saya juga menyampaikan dalam bilateral diminta Presiden dan sampaikan itu," kata dia.

Di samping itu, menurut Luhut Menteri Perindustrian Australia pada 24 Juli 2023 mendatang kemungkinan juga akan melakukan kunjungannya ke Indonesia. Kunjungan tersebut antara lain untuk melihat progres kemajuan hilirisasi yang telah dilakukan Indonesia sejauh ini.

"Saya bilang, kita ketemu langsung ke industrinya, kita ajak ke Weda Bay kemudian kita ajak juga melihat program yang lain, mereka sangat antusias sekali untuk kerja sama," ujarnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Indonesia Terancam Banjir Limbah Baterai EV Dalam 3 Tahun