Internasional

Muncul Tanda Malapetaka Baru, Dunia Bisa 'Runtuh' 2025

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Rabu, 26/07/2023 09:01 WIB
Foto: Ombak menghantam pantai di Eastern Passage, N.S., Kanada, Sabtu (24/9/2022). Hujan lebat dan angin kencang melanda wilayah Atlantik Kanada saat badai Fiona melanda pada Sabtu pagi sebagai topan pasca-tropis yang besar dan kuat, dan prakiraan cuaca Kanada memperingatkan itu bisa menjadi salah satu badai paling parah di negara itu. (Andrew Vaughan /The Canadian Press via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah studi baru menunjukkan sistem Gulf Stream (Arus Teluk) bisa runtuh pada 2025. Penutupan arus laut vital, yang disebut Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) oleh para ilmuwan, akan membawa dampak bencana iklim.

Gulf stream sendiri merupakan arus air laut yang paling terkenal, membuat tempat-tempat yang dekat dengan kutub utara tidak membeku.

Arus laut hangat tersebut mengalir di Atlantik Utara ke arah timur laut lepas pantai Amerika Utara antara Cape Hatteras, North Carolina, Amerika Serikat (AS) dan Grand Banks of Newfoundland, Kanada. Gulf Stream juga mencakup Arus Florida (antara Selat Florida dan Cape Hatteras) dan Arus Angin Barat (sebelah timur Grand Banks).


Sementara AMOC membawa air laut hangat ke utara menuju kutub tempat ia mendingin dan tenggelam, mendorong arus Atlantik. Tetapi masuknya air segar dari pencairan lapisan es Greenland yang makin cepat dan sumber-sumber lain semakin mencekik arus perairan tersebut.

"Saya pikir kita harus sangat khawatir," kata Peter Ditlevsen, Profesor di University of Copenhagen di Denmark, yang memimpin studi baru tersebut, seperti dikutip The Guardian, Rabu (26/7/2023).

"Ini akan menjadi perubahan yang sangat, sangat besar. AMOC belum dimatikan selama 12.000 tahun."

Situasi AMOC saat ini dikenal sebagai yang terlemah dalam 1.600 tahun karena pemanasan global. Para peneliti pun telah melihat tanda-tanda peringatan dari titik kritis pada tahun 2021.

Analisis baru memperkirakan skala waktu keruntuhan antara 2025 dan 2095, dengan perkiraan pusat 2050, jika emisi karbon global tidak dikurangi. Bukti dari keruntuhan masa lalu menunjukkan perubahan suhu 10 derajat Celcius dalam beberapa dekade, meskipun ini terjadi selama zaman es.

Runtuhnya AMOC akan memiliki konsekuensi bencana di seluruh dunia. Ini akan mengganggu siklus hujan yang dibutuhkan untuk penanaman di India, Amerika Selatan dan Afrika Barat. Selain itu akan meningkatkan badai dan menurunkan suhu di Eropa, dan menyebabkan naiknya permukaan laut di pantai timur Amerika Utara. Itu juga akan semakin membahayakan hutan hujan Amazon dan lapisan es Antartika.

AMOC runtuh dan berulang kali dalam siklus zaman es yang terjadi dari 115.000 hingga 12.000 tahun yang lalu. Ini adalah salah satu titik kritis iklim yang paling dikhawatirkan para ilmuwan karena suhu global terus meningkat.

Penelitian pada 2022 menunjukkan lima titik kritis yang berbahaya mungkin telah dilewati karena pemanasan global 1,1 derajat Celcius hingga saat ini, termasuk penghentian AMOC, runtuhnya lapisan es Greenland, dan pencairan permafrost yang kaya karbon secara tiba-tiba.

Studi baru, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications, menggunakan data suhu permukaan laut sejak tahun 1870 sebagai proksi untuk perubahan kekuatan arus AMOC dari waktu ke waktu.

Para peneliti kemudian memetakan data ini ke jalur yang terlihat dalam sistem yang mendekati jenis titik kritis tertentu yang disebut "bifurkasi simpul pelana".

Para peneliti kemudian dapat mengekstrapolasi data untuk memperkirakan kapan titik kritis kemungkinan akan terjadi. Analisis statistik lebih lanjut memberikan ukuran ketidakpastian dalam estimasi. Ditlevsen sendiri menyebut data tersebut sangat mengejutkan.

Analisis tersebut didasarkan pada peningkatan emisi gas rumah kaca seperti yang telah mereka lakukan selama ini. Jika emisi benar-benar mulai turun, seperti yang diinginkan oleh kebijakan iklim saat ini, maka dunia akan memiliki lebih banyak waktu untuk mencoba menjaga suhu global di bawah titik kritis AMOC.

Potensi keruntuhan AMOC sendiri telah diperdebatkan secara intens oleh para ilmuwan, yang sebelumnya mengatakan hal itu harus dihindari dengan segala cara.

Niklas Boers, dari Potsdam Institute for Climate Impact Research di Jerman, mengungkapkan tanda-tanda peringatan dini keruntuhan AMOC pada tahun 2021.

"Hasil studi baru ini terdengar mengkhawatirkan, tetapi jika ketidakpastian dalam model yang sangat disederhanakan [dari titik kritis] dan data dasar [suhu laut] dimasukkan, maka menjadi jelas bahwa ketidakpastian ini terlalu besar untuk membuat perkiraan yang andal tentang waktu terjadinya tipping," jelasnya.

Sementara itu, David Thornalley, dari University College London, Inggris, setuju penelitian ini memiliki peringatan besar dan tidak diketahui dan mengatakan penelitian lebih lanjut sangat penting.

"Tetapi jika statistiknya kuat dan cara yang relevan untuk menggambarkan bagaimana AMOC yang sebenarnya berperilaku, maka ini adalah hasil yang sangat memprihatinkan," katanya.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Dunia Bergejolak, Komitmen Hadapi Perubahan Iklim Terpangkas