Sri Mulyani Curhat, Tiap Krisis Menkeu Bagian 'Cuci Piring'
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku profesi bendahara negara seringkali disalahkan publik ketika terjadi krisis. Padahal tidak hanya menteri keuangan, semua profesi keuangan menjadi faktor penentu terhadap kondisi ekonomi jatuh ke jurang krisis atau tidak.
Namun, kerap kali, mereka jarang terekspos ke publik ketika krisis sudah terjadi. Menurutnya, menteri keuangan menjadi sosok yang harus tampil menyelesaikan masalah selama krisis.
"Herannya kalau terjadi krisis keuangan Anda (akuntan, aktuaria, konsulatan dsb.) enggak pernah disebut. Kan nggak pernah kan waktu krisis keuangan 97-98 emangnya ditanyain? Enggak juga," tegas Sri Mulyani dalam Pembukaan Profesi Keuangan Expo 2023, di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2023).
"Waktu krisis terjadi asuransi yang bertumbangan emangnya pernah yang ditanya profesi akuntan atau aktuaris, enggak kan? Yang dimarahi menteri keuangan sih sering, yang cuci piring, yang sering lebih menonjol adalah bagaimana menyelesaikan," tuturnya.
Padahal konsekuensi dari hasil analisis atau assement mereka memiliki konsekuensi yang signifikan terhadap aset atau harta masyarakat. Baik itu aset para pensiunan dan asuransi yang tiba-tiba ambles, hingga negara yang harus menggunakan dana publik untuk menyelamatkan keuangan industri keuangan.
"Konsekuensinya ada masyarakat yang kehilangan hartanya, entah pensioner, entah insurer, ada negara yang harus ambil dana publik untuk bailout, ada pihak yang betul-betul harus tanggung kerugian besar, ada segelintir yang nikmati di situlah letak keadilan dan ketidakadilan," tegas Sri Mulyani.
Maka dari itu, dia berharap para pelaku profesi keuangan di Indonesia harus betul-betul menanamkan prinsip kerja profesional, integritas, hingga kompetensi. Mereka juga tidak boleh hanya fokus cerdas dalam membuat perhitungan dan perencanaan melainkan juga harus memahami keadaan ekonomi secara luas.
Ini menurutnya penting dalam menyajikan sebuah assessment dalam bentuk sebuah informasi untuk pengambilan keputusan. Maka, mereka harus bisa juga memahami secara keseluruhan segala bentuk risiko ke depan seperti krisis akibat pandemi dan perubahan iklim, serta belajar dari krisis sebelumnya.
"Jadi mengawal itu bukan malah menjadi fasilitator, mengkondisikan dari ketidakkompetenan yang kemudian menimbulkan malapetaka besar bagi masyarakat, perorangan, dan bagi negara. Kompetensi dan integritas tidak bisa dipisahkan," tegas Sri Mulyani.
(haa/haa)