
Geger Diserang Malapetaka, Sri Mulyani Bocorkan Isi Rapat G20

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membagikan 'oleh-oleh' sepulangnya dari pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 di Gujarat, India, minggu lalu, 16-18 Juli 2023. 'Oleh-oleh' ini terkait dengan perkembangan pembicaraan penanggulangan iklim di G20.
Sri Mulyani mengatakan bahwa menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 bertemu paling tidak lima kali dalam setahun. Pertemuan pada pertengahan Juli lalu, merupakan pertemuan yang ketiga dalam tahun ini. Pada pertemuan kali ini, masing-masing dari menteri keuangan dan gubernur bank sentral membahas mengenai perkembangan ekonomi dunia.
"Suasananya tidak dalam suasana yang cukup baik, banyak yang menggambarkan kondisinya melemah meski diakui pelemahannya tidak seburuk seperti yang diprediksikan tahun lalu," papar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers ABPN Kita Edisi Juli 2023, Senin (24/7/2023).
Namun, selain dari ekonomi, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 ini ternyata juga membahas mengenai malapetaka iklim. Menurut Sri Mulyani, seluruh negara G20 sepakat untuk mengatasi bencana yang ditimbulkan dari perubahan iklim sekaligus mendukung pembiayaannya.
"G20 juga sepakat agar negara-negara G20 tetap fokus untuk bisa menghindari adanya malapetaka perubahan iklim melalaui sisi pembiayaannya," tegas Sri Mulyani.
Kendati demikian, pertemuan G20 di India pada bulan ini gagal mencapai konsensus tentang penghentian bahan bakar fosil, setelah adanya keberatan dari beberapa negara produsen.
Para ilmuwan dan juru kampanye jengkel oleh tindakan badan-badan internasional yang lamban dalam bertindak untuk mengekang pemanasan global bahkan ketika cuaca ekstrem di belahan bumi utara menggarisbawahi krisis iklim yang dihadapi dunia.
Padahal, negara-negara anggota G20 bersama-sama bertanggung jawab atas lebih dari tiga perempat emisi global dan produk domestik bruto dunia, sehingga upaya kumulatif kelompok ini dalam dekarbonisasi sangat penting dalam perang global melawan kerusakan iklim.
Sayangnya, komunike pertemuan G20 di Panaji, Goa, India, mengungkapkan adanya ketidaksepakatan dalam pengurangan energi fosil, termasuk rencana melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada tahun 2030. Bagian ini yang menjadi pertentangan.
"Kami memiliki kesepakatan lengkap tentang 22 dari 29 paragraf, dan tujuh paragraf merupakan ringkasan utama," kata Menteri Energi India, RK Singh, dikutip dari the Guardian.
Di dalam komunike, menurutnya, ada bagian yang mendesak negara-negara maju untuk mencapai tujuan memobilisasi bersama dengan nilai US$ 100 miliar per tahun untuk rencana aksi penanggulangan iklim di negara berkembang hingga 2025.
Singh, dalam jumpa pers setelah konferensi, mengatakan beberapa negara ingin menggunakan penangkapan karbon atau carbon capture daripada pengurangan bertahap bahan bakar fosil. Singh tidak menyebutkan nama negara anggota tersebut.
Namun, Arab Saudi, Rusia, Cina, Afrika Selatan, dan Indonesia diketahui menentang peningkatan sebesar tiga kali lipat kapasitas energi terbarukan hingga 2030 ini.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tiba di G20, Sri Mulyani Ngobrol Santai dengan 2 Sosok Penting Ini