Tersandera Sanksi Uni Eropa, BUMN Rusia Lepas Proyek di RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan minyak dan gas bumi (MIgas) asal Rusia yakni Zarubezhneft (ZN) dikatakan akan mengalihkan participating interest-nya (PI) atau Farm Out di wilayah kerja (WK) Migas Tuna yang berada di area Laut China Selatan.
Rencana Farm Outnya Zarubezhneft di Blok Tuna karena terimbas sanksi yang dikenakan Uni Eropa (UE) dan Inggris terhadap perusahaan-perusahaan asal Rusia. Maklum, pengendali utama Blok Tuna adalah Premier Oil Tuna B.V.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah SKK Migas, Benny Lubiantara mengatakan kebenaran isu mengenai salah satu pemegang hak partisipasi Blok Tuna yakni Zarubezhneft akan Farm Out dari proyek rasksasa tersebut. Saat ini, Harbour Energy sebagai perusahaan induk Premier Oil, sedang mencari siapa pengganti ZN yang nantinya akan digandeng untuk menggarap Blok Tuna.
"Memang ZN kan akan farm out, sedang proses. Harbour akan memiliki partner baru, siapa? Terus terang kita belum tahu. Oil company nasional bisa juga, tapi saat ini kita belum tahu," jelas Benny pada acara Konferensi Pers, dikutip Jumat (21/7/2023).
Di samping itu, jika proyek Blok Tuna berjalan, Benny membeberkan bahwa volume produksi yang nantinya akan dihasilkan di Blok Tuna diperkirakan bisa mencapai ratusan BCF dan akan diekspor ke Vietnam.
"Kalau bicara Tuna lumayan volumenaya ratusan BCF untuk gasnya. Minyaknya ada sekitar 20-30an juga ada lumayan. Jika ini PoD akan dikirim ke Vietnam karena dekat dengan Vietnam," tambahnya.
Di sisi lain, Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf mengatakan bahwa ekspor migas ke Vietnam dipertimbangkan lantaran jarak tempuh distribusi ke Vietnam lebih dekat dibandingkan dengan jarak bila migas itu disalurkan untuk kebutuhan domestik.
Nanang menyebutkan bahwa jarak pengiriman ke Vietnam hanya melalui jarak tempuh 300-an kilometer (KM). Sedangkan, bila migas tersebut ditransfer untuk kebutuhan domestik maka jarak tempuh yang harus dilalui hingga 600-an KM.
"Dari sisi cost sangat jauh lebih efisien tentunya dengan harga yang atraktif oleh Vietnam tentunya ini menjadi sangat bagus untuk proyek-proyek yang ada di frontier," tandasnya dalam kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menjelaskan rencana pengembangan Blok Tuna saat ini masih terganjal perihal pembiayaan. Pasalnya, di dalam kontrak bagi hasil Cost Recovery, seluruh pembiayaan proyek harus dibagi para pemegang hak partisipasi.
Masalahnya sekarang di pembiayaan proyek nanti kan cost recovery kalau masih partner kan dibagi nah itu yang gak bisa dilakukan oleh Harbour (induk Premier Oil) karena ada transaksi. Jadi sekarang yang biayai Harbour," ungkap Tutuka saat wawancara khusus bersama CNBC Indonesia, dikutip Senin (17/7/2023).
(pgr/pgr)