Harga Naik Tipis Bikin Investasi Apartemen Rugi, Ini Sebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Investasi dalam bentuk apartemen ternyata mulai ditinggalkan. Pasalnya, investasi jenis ini tak lagi dianggap memberikan banyak keuntungan.
Faktor pemicu mengecilnya peluang cuan investasi apartemen diantaranya mulai dari sulitnya mencari penyewa hingga kenaikan harga yang tidak signifikan. Video mengenai ruginya berinvestasi di apartemen juga kerap viral di media sosial.
"Ada orang bikin video bahwa investasi apartemen rugi karena harganya nggak naik. Itu sebenarnya benar. Karena pemilik apartemen merasa, 'saya rugi beli apartemen karena apartemen kosong susah banget cari penyewa'. Itu fenomena yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya, dan itu benar," kata Senior Associate Director Research Colliers International Ferry Salanto, Kamis (20/7/2023).
Di sisi lain, pembeli apartemen membeli unit agar bisa mendapat passive income dari penyewaan. Sayangnya, jumlah suplai jauh lebih banyak dari permintaan sehingga pemilik apartemen harus bersaing dengan banyak apartemen lainnya.
"Market nggak bagus. Saat orang beli motifnya untuk berinvestasi, jadi beli karena investasi ada resiko ini, ketika nggak terisi mereka harus bayar service charge yang gak bisa ditunda walau sebenarnya unit mereka kosong, nggak ada income," ujarnya.
Tujuan lain membeli apartemen yakni dengan harapan adanya kenaikan harga properti dari waktu ke waktu. Sayang, yang terjadi kenaikannya tipis bahkan cenderung stagnan.
Misalnya harga apartemen di CBD nilainya Rp 52.249.863/m2 di tahun 2019. Dua tahun berselang harganya menjadi Rp 52.423.324/m2 atau hanya naik Rp Rp 173.461.
"Perbandingan komposisi investor dan end user kini ada perubahan. Tadinya 58% pembeli apartemen dari kalangan investor yang motifnya berinvestasi bukan untuk dihuni, sedangkan 42% end user. Selama 2023 ada pergeseran, kini 54% end user dan 46% investor. Penyebabnya karena end user beli karena kebutuhan dan juga fokus pengembang lebih menghabiskan stok yang mereka punya," jelasnya.
"Fokus developer untuk menghabiskan stok, jadi nggak launching produk baru. Mereka fokus dengan gimmick yang lebih menarik sehingga membuat orang tertarik mau beli. Sedangkan end user beli produk ready stok. Investor biasanya main yang masih under construction tujuannya dapat capital gain lebih baik karena stok under construction nggak terlalu banyak jadi pilih ready dulu, itu menjamin mereka dapat produk yang lebih aman," pungkas Ferry.
(dce)