Bye Batu Bara Cs, Energi Ini Jadi Pengganti di Masa Depan!

Maikel Jefriando, CNBC Indonesia
17 July 2023 08:50
PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)
Foto: PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)

Kabupaten Bandung, CNBC Indonesia - Perubahan iklim atau climate change kini tak bisa dianggap remeh. Malapetaka yang katanya lebih parah dari pandemi covid-19 tersebut bukan lagi ancaman, namun sudah membuat derita banyak orang di dunia.

Upaya untuk menurunkan pemanasan global kini sudah menjadi komitmen internasional. Indonesia turut terlibat dengan niat menurunkan emisi menjadi zero pada 2060. Salah satunya mengganti bahan bakar fosil pada pembangkit listrik menjadi energi terbarukan.

"Panas bumi yang merupakan prioritas dapat shifting rencana pemerintah net zero emision 2060 itu," ungkap Supriadinata Marza, Direktur Operasi PT Geo Dipa Energi (Persero) saat berbincang dengan media di PLTP Patuha, Ciwidey, Kabupaten Bandung, akhir pekan lalu.

Dalam catatan CNBC Indonesia, potensi panas bumi di Indonesia berlimpah yakni mencapai 23 Giga Watt (GW). Sayang, baru dimanfaatkan sebagai energi yakni listrik hingga saat ini 2.355 Mega Watt (MW) atau 10% dari total potensi.

PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)Foto: PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)
PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)

Menurut Supriadinata, panas bumi menjadi prioritas pengganti energi fosil karena dilihat dari availability factor mencapai 100% dalam setahun dan capacity factor 99%. Artinya PLTP mampu beroperasi selama 24 jam. Berbeda dengan sumber energi lain, misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) cuma bisa beroperasi beberapa jam.

"Untuk mendukung dan menjamin ketahanan energi, panas bumi dapat diandalkan. Bicara ketahanan energi, mandiri energi, ya geothermal. Karena tidak ada lagi biaya untuk transportasi seperti batubara, tidak ada lagi ketergantungan terhadap harga jual komoditas seperti batubara dan migas," katanya," ujarnya.

Meski demikian, Supriadinata menyadari bahwa banyak tantangan untuk mewujudkan hal tersebut. Seperti regulasi, di mana harmonisasi antara pemerintah pusat dan daerah masih belum terjadi. Maka dari itu, proyek yang seharusnya selesai dalam 7 tahun bisa molor jadi 10 tahun bahkan lebih.

Sejarah menunjukkan, pemerintah provinsi Jawa Barat melakukan lelang di beberapa lapangan pada 2008. Proyek tersebut baru selesai dan menyalurkan listrik ke masyarakat pada 2018 dan 2019.

"Jadi melebihi ideal karena peraturan yang seharusnya bisa disinergikan. Itu menjadi risiko," imbuhnya.

PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)Foto: PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)
PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)

GeoDipa sendiri sebagai Special Mission Vehicles (SMV) harus mengambil risiko tersebut dengan bantuan pemerintah yaitu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Selain kepastian regulasi, risiko yang ditanggung juga meliputi saat eksplorasi hingga lelang serta pendanaan murah. Ini juga jaminan harga panas bumi dapat bersaing dengan sumber energi lain.


"Ada risiko di depan yang cukup tinggi dari sisi keekonomian dan menyebabkan harga geotermal jadi tinggi, dua digit dalam sen USD," papar Supriadinata.

GeoDipa Kejar Target 1.000 MW

GeoDipa saat ini telah mengoperasikan PLTP di Dieng dan Patuha untuk unit 1 dengan masing-masing berkapasitas 60 MW installed capacity. Target pada 2030 nanti bisa menyediakan 400 megawatt (MW) listrik untuk masyarakat dan 1.000 MW untuk 30 tahun setelahnya.

"Kita targetkan pada 2060 itu sebesar 1.000 MW," ungkap Supriadinata.

PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)Foto: PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)
PLTP Patuha. (CNBC Indonesia/Maikel Jefriando)

Supriadinata mengungkapkan, pihaknya kini sedang melakukan pengembangan untuk unit 2 di Dieng dan Patuha dengan kapasitas masing-masing sebesar 60 MW. Ditargetkan proyek rampung sekitar 2025 akhir dan 2026 awal.

Selain itu, GeoDipa juga mendapat penugasan dari pemerintah untuk melakukan pengusahaan panas bumi di WKP Candi Umbul Telomoyo dengan potensi sebesar 54 MW dan WKP Arjuno Welirang dengan potensi sebesar 230 MW.

Dari sisi pembiayaan, GeoDipa terus berupaya mendapatkan dana murah namun tidak bergantung lagi pada penyertaan modal negara (PMN). Menurut Supriadinata, mengatakan salah satu fokusnya adalah mendapatkan pendanaan hijau yang sebenarnya tersedia cukup besar.

Sedangkan untuk mencari dana di pasar melalui penawaran umum perdana (IPO) akan menjadi opsi terakhir. "Kalau memang tidak ada lagi maka kami akan IPO," pungkasnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Tantangan Pemerintah Dorong Pengembangan Panas Bumi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular