Economic Update 2023

Vietnam-Bangladesh Anak Emas AS & Eropa, Tekstil RI Meradang

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Rabu, 12/07/2023 13:05 WIB
Foto: Suasana sepi pabrik garmen PT. Fotexco Busana International, Gn. Putri, Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/11/2022). (Tangkapan layar CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan penyebab ambruknya pabrik tekstil dan garmen di Tanah Air. Yaitu, disebabkan oleh kebijakan di pasar Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang mengenakan bea masuk untuk produk Indonesia.

Sementara produk dari negara lain seperti Bangladesh atau pun Vietnam, justru tidak dikenakan bea masuk. Padahal, kedua negara ini adalah pesaing RI di sektor tekstil.

"Indonesia punya industri terutama tekstil dan garmen ini di pasar Amerika maupun Eropa dikenakan bea masuk antara 12%-17%, dan ini tidak dikenakan terhadap negara seperti Bangladesh ataupun Vietnam," kata Airlangga dalam Economic Update CNBC Indonesia, seperti dikutip Rabu (12/7/2023).


Namun demikian, Airlangga mengatakan, pemerintah melihat kalau trade barriers atau hambatan perdagangan bisa dikurangi, maka ekspor Indonesia bisa memiliki kapasitas untuk meningkat kedepannya.

"Oleh karena itu, Indonesia konsentrasi untuk menyelesaikan comprehensive economic partnership agreement (CEPA) dengan Uni Eropa dan diharapkan ini bisa ditandatangani, maka pasar akan lebih terbuka," ujarnya.

"Demikian pula dengan Amerika, kita sedang membahas Indo Pacific Economic Framework di mana pilar satunya membahas terkait dengan fasilitasi perdagangan," lanjut Airlangga.

Tentunya, lanjut Airlangga, beberapa perdagangan yang dilakukan oleh pemerintah ini berharap barriers atau hambatan di negara-negara tersebut bisa dikurangi.

Seperti diketahui, sejak akhir tahun 2022 lalu, gelombang PHK di industri tekstil nasional terus marak. Ditambah, pabrik-pabrik merumahkan karyawan atau memangkas jam kerja. Tak sampai di situ, sejumlah pabrik tekstil bahkan dilaporkan harus tutup.

Foto: Sekretaris Jendral Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi dalam Economic Update yang berlangsung pada Rabu, (12/7/2023). (CNBC Indonesia TV)
Sekretaris Jendral Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi dalam Economic Update yang berlangsung pada Rabu, (12/7/2023). (CNBC Indonesia TV)

Gelombang PHK Mengintai

Sementara itu, Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi mengungkapkan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih mengintai industri tekstil di dalam negeri.

Menurutnya, sampai Mei 2023, tercatat 18.333 pekerja di dalam negeri terkena PHK. Sementara, ada 20 perusahaan yang melapor sedang dalam kesulitan.

"Dari kami dari data yang masuk ke Kemnaker, yang ter-PHK sampai bulan Mei 2023 itu sekitar 18.333. Dan, dapat laporan, ada belasan mendekati 20, perusahaan yang mengalami kesulitan," kata Anwar dalam Economic Update CNBC Indonesia, Rabu (12/7/2023).

"Sektor manufaktur cukup dominan, ada sektor lain. Sebetulnya yang jadi ancaman adalah yang sifatnya industri padat karya. Macam-macam, ada garmen, tekstil, dan sebagainya," ujarnya.

Kemnaker, kata Anwar, merespons laporan itu dengan segera menyiapkan langkah-langkah mitigasi.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kemenkeu Bebaskan Bea Masuk & Pajak 1.800 Barang Jemaah Haji