Anggaran Kesehatan Tak Lagi Dikunci 5%, Kenapa?

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
12 July 2023 10:50
Melihat Pelayanan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Melihat Pelayanan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menegaskan bahwa besaran mandatory spending pada anggaran sektor kesehatan akan dibebaskan. Dengan demikian, mandatory spending atau belanja wajib di sektor ini tidak lagi dikunci 5% dari APBN dan 10% dari APBD di luar gaji.

Isa mengatakan belanja kesehatan tetap menjadi mandatory spending, meskipun besarannya secara angka tak lagi ditetapkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang baru disahkan menjadi UU. Menurutnya, anggaran ini tetap akan ada karena selalu muncul atau teranggarkan di APBN sesuai kebutuhan, meski tidak menjadi mandatory spending sebagaimana dalam Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009.

Sebenarnya, penghilangan angka minimal mandatory spending ini juga baik untuk anggaran, lantaran tak lagi perlu keluar tanpa tahu tujuannya yang jelas. Sebab, selama ini menurutnya banyak belanja kesehatan yang keluar untuk hal-hal yang tak perlu untuk menjaga kesehatan masyarakat.

"Jadi enggak usah khawatir sebetulnya bahwa kita enggak akan mencukupi kebutuhan-kebutuhan itu secara pas gitu ya, tapi kita juga enggak ingin kita sudah mengalokasikan ternyata enggak bisa tergunakan karena kita enggak tahu mau belanja apa ," papar Isa saat ditemui di DPR, dikutip Rabu (12/7/2023).

Dia juga memastikan bahwa anggaran kesehatan akan dibuat fleksibel sesuai kebutuhan masyarakat dan negara untuk menjaga kualitas kesehatan masyarakat. Namun, dia memastikan tidak akan kurang dari besaran dalam UU No. 36/2009 tentang Kesehatan.

"Lihat saja dalam beberapa tahun terakhir, kita enggak pernah kurang dari 5% karena kita memang melihat kebutuhan untuk belanja yang cukup untuk itu," tegasnya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa mandatory spending ini dihilangkan angkanya karena memang telah menjadi perhatian khusus Presiden Joko Widodo. Dia menilai belanja kesehatan yang 5% itu tidak jelas pemanfaatannya untuk apa namun selalu habis tiap tahunnya.

Karena itu, melalui UU Kesehatan yang bersifat Omnibus Law itu, anggaran untuk kesehatan akan diberikan berbasiskan program dan hasil. Dengan demikian, pengajuan besarannya akan lebih transparan dan efisien serta berdasarkan Rencana Induk Bidang Kesehatan yang tengah disusun pemerintah.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang Undang kemarin, Selasa (12/7/2023).

Secara keseluruhan, ada 11 undang-undang di sektor kesehatan lama yang diubah melalui UU Kesehatan ini. Pemerintah sepakat dengan DPR terkait pokok pembahasan berbagai upaya peningkatan kesehatan Indonesia dalam 20 bab dan 450 pasal dalam UU Kesehatan.

Pemerintah melaksanakan setidaknya 115 kali kegiatan dalam rangka pelibatan partisipasi publik dalam rangka diskusi publik 1.200 organisasi pemangku kepentingan dan 72 ribu peserta dan menerima 6.011 masukan secara lisan dan tulisan melalui portal Partisipasi Sehat.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article UU Kesehatan Disahkan DPR, Jokowi Buka Suara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular