Internasional

Tetangga RI Warning Keras AS-Ukraina, Ada Apa?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Selasa, 11/07/2023 13:00 WIB
Foto: Pekerja garmen berkumpul di bank Tonle Sap saat perayaan Hari Buruh di Phnom Penh, Kamboja 1 Mei 2019. REUTERS / Samrang Pring

Jakarta, CNBC Indonesia - Tetangga RI memberikan peringatan keras kepada Amerika Serikat (AS) dan Ukraina. Hal ini terkait rencana Kyiv untuk menggunakan "senjata terlarang" yakni bom kluster yang akan dipasok AS dalam perangnya melawan Rusia.

Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen mengimbau Ukraina untuk tidak menggunakan bom jenis itu. Ia kemudian menggambarkan sejarah menyakitkan negaranya dengan sisa-sisa perang, di mana bom kluster dapat membunuh warga sipil tanpa pandang bulu.


"Ini akan menimbulkan ancaman serius bagi Ukraina selama bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad jika bom kluster digunakan di wilayah Ukraina yang diduduki oleh pasukan Rusia," tegas Hun Sen menyebut pengalaman Kamboja dengan bom serupa kala perng terjadi dengan AS tahun 1970, dikutip Yahoo News dan Al Mayadeen, Senin (10/7/2023).

"Sudah lebih dari setengah abad. Belum ada cara untuk menghancurkan semua bom itu," katanya lagi.

"Saya menghimbau Presiden AS sebagai pemasok dan presiden Ukraina sebagai penerima untuk tidak menggunakan bom kluster dalam perang karena korban sebenarnya adalah warga Ukraina," tambahnya.

Bom kluster disebut juga cluster munitions. Mengutip CNN International, senjata berbentuk tabung yang membawa puluhan atau ratusan bom kecil yang juga dikenal sebagai submunisi.

Senjata itu biasanya dijatuhkan dengan sejumlah cara. Mulai menggunakan pesawat terbang, diluncurkan dari rudal, atau ditembakkan melalui artileri, senjata angkatan laut, hingga peluncur roket.

Bom kluster kemudian pecah pada ketinggian yang telah ditentukan, sesuai dengan area target yang akan dituju. Senjata itu juga dikendalikan dengan pengatur waktu sehingga dapat meledak lebih dekat ke daratan

Diketahui, saat meledak, bom ini akan menyebarkan pecahan peluru. Pecahan itu akan untuk membunuh pasukan hingga menghancurkan kendaraan lapis baja seperti tank.

Jika bom pada umumnya membutuhkan 10 atau lebih bom untuk menghancurkan kendaraan lapis baja, bom kluster tidak. Hanya cukup menggunakan satu bom untuk membuat kendaraan tank rusak para.

AS sendiri memiliki bom kluster yang dikenal dengan nama DPICM. Tapi, senjata itu diketahui sudah tak digunakan secara bertahap sejak 2016.

Namun, mengutip situs Angkatan Darat AS pekan lalu, DPICM akan diberikan kepada Ukraina. Tiap memiliki tabung yang membawa 88 bom pada setiap senjata, dengan jangkauan yang mematikan, hingga 30 ribu meter persegi.

Meski begitu, Ukraina diduga menggunakan telah menggunakan bom kluster sejak 2015 dalam pertempuran melawan Republik Luhansk dan Donetsk. Mereka menembakkan amunisi semacam itu ke Donetsk pada 14 Maret, menewaskan 20 orang dan melukai 37 lainnya.

Sebuah laporan oleh The New York Times baru-baru ini juga mengungkapkan bahwa pasukan Ukraina menembakkan bom yang dilarang oleh 110 negara di seluruh dunia, di sebuah desa. AS sendiri mengaku memberi lampu hijau ke Kyiv setelah menerima jaminan terkait mitigasi risiko sipil dari negeri itu.

Sementara itu sejumlah sekutu Eropa sebelumnya juga mengutarakan ketidaksetujuan pada penggunaan bom kluster. Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier menyatakan negaranya menentang penggunaan senjata itu, tapi sayang tidak bisa menghalangi Washington.

"Posisi Jerman terhadap penggunaan bom cluster seperti sebelumnya. Tapi kita tidak bisa, dalam situasi saat ini, memblokir AS," katanya.

Di sisi lain, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyebut tidak habis pikir alasan AS memberikan senjata ini pada Ukraina. Ia menyinyalir bom jenis ini berpotensi melukai dan membunuh warga sipil.

"Kenapa dia melakukan ini? Jawabannya terletak pada kewenangan setiap pemimpin Amerika untuk mendominasi dan membatasi negara lain, terutama yang keras kepala seperti negara kita," pungkas figur yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia itu dikutip Newsweek.

"Anda juga bisa mengatakan bahwa ia (Biden) adalah orang tua yang sakit dengan demensia parah. Atau, mungkin, sebagai kakek yang sekarat, ia telah memutuskan untuk pergi dengan anggun dan begitu juga memprovokasi Armageddon nuklir dan membawa separuh umat manusia bersamanya ke dunia berikutnya," tambahnya.

Perang Rusia di Ukraina terjadi sejak Februari 2023. Keinginan Ukraina masuk NATO jadi salah satu alasan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan penyerangan.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kamboja Didesak Selidiki Kasus Perbudakan WNI