Bos PLN Ungkap Perusahaan Sempat Hampir Ambruk, Ini Kisahnya

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Rabu, 05/07/2023 18:10 WIB
Foto: Darmawan Prasodjo Direktur Utama PT PT PLN Indonesia Power dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI. (Tangkapan Layar Youtube Komisi VII DPR RI Channel)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) membeberkan jurus perusahaan keluar dari jeratan kerugian yang membuat keuangan perusahaan hampir ambruk. Hal itu terjadi lantaran perusahaan terbebani tambahan pasokan listrik di tengah beban konsumsi listrik yang tak meningkat.

Diirektur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menceritakan hal tersebut bermula pada tahun 2021 yang lalu di mana perusahaan merasa terbebani oleh tambahan pasokan listrik di wilayah Jawa sebesar 7 Giga Watt (GW). Padahal, pada saat yang bersamaan, beban listrik di wilayah itu hanya sebesar 1,1 GW.

Dengan kondisi itu, Darmawan mengatakan kondisi keuangan PLN terancam ambruk akibat tidak seimbangnya antara kebutuhan dan penambahan listrik di Jawa yang kelebihan 6 GW.


"Jadi di tahun 2021, kami kebebanan dengan penambahan pasokan (listrik). Pada waktu itu, diperkirakan 7 GW, sedangkan di saat yang bersamaan penambahan beban hanya di Jawa 1,1 GW. Jadi ada kelebihan sekitar 6 GW. Nah tentu saja pada waktu itu diprediksi kondisi keuangan PLN akan ambruk dengan kondisi yang sangat sulit itu," papar Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI bersama Dirut PLN, Jakarta, Rabu (5/7/2023).

Dari kondisi keuangan PLN yang terancam abruk itu, Darmawan mengatakan, pihaknya tidak tinggal diam. Dia bilang ada beberapa langkah strategis yang dilakukan perusahaan salah satunya dengan meningkatkan permintaan akan listrik di wilayah Jawa.

Dia mengungkapkan pihaknya bahkan sampai mendatangi produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk masuk dalam ekosistem pembangkit milik PLN.

"Kami pertama meningkatkan demand. Berbagai upaya yang kami paparkan, kemudian secara bersamaan kami datangi IPP dimana pembangkuitnya akan masuk ke ekosistem kami," tambahnya.

Namun, Darmamwan menyayangkan upaya tersebut nyatanya tidak berhasil dengan apa yang diharapkan oleh PLN. "Kami sampaikan apa adanya, kontrak PPA-nya dulu dengan asumsi yang ada, itu fair. Tapi sejalan waktu ternyata ausmsi itu nggak terpenuhi, sehingga demand risk ada di kami, maka ini jadi beban bagi PLN," bebernya.

Tidak kehabisan solusi, Darmawan mengatakan pihaknya mengajukan penangguhan pasokan listrik pada perusahaan listrik swasta dengan melakukan pengurangan pada skema take or pay (ToP). Hal itu dilakukan dengan skema yang mewajibkan PLN untuk menyerap listrik yang dihasilkan oleh IPP sesuai kontrak.

"Untuk itu kami ajukan agar pembangkitnya masuk ditunda atau kontraknya take or pay-nya bisa dikurangi dan itu ada yg berhasil ditunda dua tahun, 16 bulan, 18 bulan," tandasnya.

Dengan cara itu, Darmawan mengatakan bahwa pihaknya berhasil menguangi kontrak sehingga PLN bisa menegosiasi skema ToP hingga Rp 47 triliun. "Kemudian ada kontrak yang bisa dikurangi sehingga pengurangan take or pay-nya yang berhasil kami renegosiasikan Rp 47 triliun. Maka kami mengurangi cost melakukan renegosiasi tambah demand dengan berbagai effort maka memang dampaknya sangat terasa di 2022," ucap Darmawan.

Dengan solusi itu, Darmawan klaim laporan keuangan PLN berhasil bebas dari jeratan ancaman ambruk.

"Dampaknya sangat terasa di 2022, memang laporan kami laporan yang terbaik sepanjang sejarah PLN dalam kondisi covid-19. Karena ada dua sisi baik itu demand dan supply juga kami selesaikan dengan baik di 2021. Laporan keuangan terbaik, kemudian 2022 kami juga bisa bukukan laporan keuangan terbaik, jadi 2 tahun berturut-turut," tutupnya.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 2024, PLN Raih Pendapatan Rp 545,4 T & Laba Rp 17,76 Triliun