
Buka-bukaan Hilirisasi Jokowi, Benarkah RI Untung?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan larangan ekspor mineral mentah khususnya nikel dalam program hilirisasi dinilai hanya menguntungkan sebagian negara. Khususnya China.
Ekonom INDEF, Abra Talattov menilai program hilirisasi yang saat ini tengah digenjot Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) perlu dikembangkan lagi. Pasalnya, hilirisasi yang dilakukan Indonesia saat ini baru sebatas pada industri yang mengolah barang setengah jadi.
Abra mengakui kebijakan hilirisasi yang digencarkan pemerintah secara jangka pendek memang telah berdampak bagi perekonomian RI. Hal itu dapat tercermin dari sisi nilai ekspor mineral yang mengalami kenaikan cukup signifikan.
"Tetapi kalau sebetulnya mau kita hitung lagi apakah kebijakan ini secara netto ini punya benefit buat kita karena kita kan pada akhirnya produk akhir mineral dari nikel harga jualnya jauh lebih tinggi dan kita masih sangat bergantung pada hasil produk impor dari China," kata Abra kepada CNBC Indonesia, Rabu (5/7/2023).
Abra berpesan agar pemerintah jangan berpuas diri hanya dengan berhasil melakukan ekspor barang setengah jadi. Mengingat kebijakan tersebut hanya menguntungkan China semata.
Alih-alih menutup keran ekspor, Abra menilai agar pemerintah dapat kembali membuka keran ekspor mineral mentah ke luar negeri secara bertahap. Namun dengan catatan porsinya dibuat terbatas.
"Seperti kebijakan DMO batu bara dan Sawit kalau DMO kebutuhan dalam negeri porsinya kecil paling besar ekspor nanti sebaliknya dalam konteks ini pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan DMO nikel tapi porsi terbesarnya untuk domestik," ujarnya.
Nilai Ekspor Melejit 10 Kali Lipat
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut, kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor nikel yang sudah dilakukan pemerintah sejak 2020 lalu telah berhasil menguntungkan hingga US$ 30 miliar atau setara Rp 450 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$).
Bahlil menjelaskan, kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bijih nikel yang sudah diterapkan sejak Januari 2020 telah berdampak positif pada perekonomian Indonesia.
"Hilirisasi nikel, ekspor nikel kita 2017-2018 hanya US$ 3,3 miliar, begitu stop ekspor, hilirisasi pada 2022 hampir US$ 30 miliar, naik sepuluh kali lipat," jelas Bahlil dalam konferensi pers, dikutip Senin (3/7/2023).
Dari sisi neraca perdagangan juga terjadi perbaikan dengan 25 bulan berturut-turut Indonesia selalu mengalami surplus. Khususnya dengan China yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, terjadi perbaikan neraca perdagangan. Pada 2018, neraca dagang RI dengan China defisit sebesar US$ 18,4 miliar.
Namun seiring dengan penerapan hilirisasi, defisit neraca perdagangan RI dengan China turun menjadi US$ 1,6 miliar pada 2022, bahkan menjadi surplus sebesar US$ 1,2 miliar pada kuartal I-2023. "Ini akibat hilirisasi dan mendorong ekspor kita tidak lagi berbentuk komoditas mentah, tapi berbentuk setengah jadi dan barang jadi," tutur Bahlil.
"Jadi IMF, jangan dia ngomongnya ngawur-ngawur begitu," kata Bahlil lagi.
Kendati demikian, Bahlil mengakui, dalam konteks penerimaan negara untuk pajak ekspor komoditas memang terjadi pengurangan sejak kebijakan larangan ekspor diterapkan.
Namun, ketika hilirisasi dilakukan, pemerintah mengantongi penambahan pendapatan dari sisi pajak penghasilan (PPh) badan, pajak pertambahan nilai (PPN), serta PPh pasal 21 dari tenaga kerja. Serta, meningkatnya lapangan pekerjaan.
Kementerian Investasi mencatat, sejak diberlakukan kebijakan hilirisasi, pertumbuhan penciptaan tenaga kerja rata-rata pada sektor hilirisasi tiap tahun mencapai angka 26,9% dalam empat tahun terakhir.
Begitu juga dari sisi pendapatan negara, ikut mencapai target di dua tahun terakhir. Pada 2021, pendapatan negara mencapai Rp 2.003,1 triliun atau 114,9% dari target, dan di 2022 mencapai Rp 2.626,4 triliun atau 115,9% dari target. "Yang tahu pendapatan negara tercapai bertambah atau tidak, itu bukan IMF, tapi kita, pemerintah Republik Indonesia," tegas Bahlil.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramai Dunia Serang Kebijakan Jokowi, Luhut Pasang Badan!