
Terungkap, Ini Alasan Uni Eropa Cari Ribut Jegal Sawit RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa secara resmi telah memberlakukan Undang-undang (UU) Antideforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) sejak Mei 2023 lalu. Uni Eropa mengklaim, UU itu sebagai upaya memerangi deforestasi.
Hanya saja, UU itu dikhawatirkan jadi alat bagi Uni Eropa untuk bernegosiasi dalam perundingan rencana kerja sama komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement/ I-EU CEPA).
Di mana, pada medio Mei 2023 lalu, kedua pihak sudah menyelesaikan perundingan putaran ke-14 di Brussel, Belgia.
"EUDR akan menjadi salah satu bargaining chip (strategi untuk memenangkan perundingan) UE untuk negosiasi perdagangan dengan Indonesia," demikian mengutip Trade and Industry Brief LPEM FEB UI edisi Juni 2023, dikutip Selasa (4/7/2023).
Hal itu, menurut LPEM UI, mengacu pada pewaktuan dari EUDR yang persetujuan awalnya tercapai pada 6 Desember 2022 berdekatan dengan putaran ke-14 IEU CEPA.
"EUDR berpotensi memberikan dampak secara langsung yang lebih besar kepada negara-negara produsen tujuh komoditas tersebut. Karena eksportir harus memiliki dan menunjukkan dokumentasi spesifik bahwa produk mereka telah memenuhi kriteria yang ditetapkan," tulis LPEM UI.
"Bagi Indonesia, hadirnya EUDR ini dapat dilihat dari beberapa perspektif. Pertama, regulasi ini dapat didorong oleh upaya UE untuk menekan defisit neraca
perdagangan sekaligus melindungi produsen barang substitusinya di internal wilayah UE," tambah LPEM UI.
LPEM UI mencatat, defisit perdagangan UE terhadap Indonesia dalam beberapa terakhir memang mengalami lonjakan.
Mengutip ITC Trademap, LPEM UI mencatat, defisit perdagangan UE terhadap Indonesia pada tahun 2013 sebesar US$8,8 miliar. Tahun 2022 angka itu melonjak menjadi US$21,4 miliar.
Bagi Indonesia, EUDR akan jadi tantangan terbesar bagi ekspor minyak sawit (crude palm oil/ CPO). Meski, sejak tahun 2018 ekspor minyak sawit RI ke kawasan itu dilaporkan terus menyusut, namun karena harga yang meningkat menyebabkan porsi ekspor ke UE tetap berperan besar.
"Indonesia perlu mengantisipasi kompensasi dari negosiasi EUDR tersebut dalam IEU CEPA. Permasalahan EUDR sebaiknya tidak sampai memengaruhi sikap Indonesia dalam pembatasan ekspor nikel dan bauksit," sebut LPEM UI.
Indonesia juga diwanti-wanti akan potensi Uni Eropa menjadikan EUDR alat menegosiasikan RI membuka keran impor yang kemudian akan berdampak pada kebijakan pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah untuk perusahaan asing.
Seperti diketahui, dengan berlakunya UU antideforestasi tersebut, produk sawit, daging, kopi, kayu, kakao, karet, kedelai, dan turunannya yang masuk ke Uni Eropa harus memenuhi sejumlah syarat melalui uji tuntas. Produk yang dihasilkan dari proses memicu deforestasi per 31 Desember 2020 tidak diizinkan masuk kawasan tersebut.
Di mana, kriteria utama dalam EUDR adalah produksi bebas deforestasi, ketertelusuran sumber daya produk, dan kegiatan produksi yang legal, seperti legalitas tanah, perlindungan lingkungan dan penjaminan hak tenaga kerja.
"Pengaturan EUDR menggunakan metriks/ tolak ukur yang ditentutan sendiri oleh Uni Eropa. Bukan menggunakan indikatir-indikator pencapaian lingkungan yang sudah ada," tulis LPEM UI.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Alasan Uni Eropa Cari Ribut Jegal Sawit RI Kini Terungkap
