Pedagang Berkomitmen Redenominasi Tak Bikin Harga Jual Naik
Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah menguatnya isu redenominasi, kalangan pedagang memastikan tak akan membuat harga-harga barang jualannya naik seketika, karena asal-asalan membulatkan harga.
Pembulatan ini menjadi salah satu kekhawatiran dampak redenominasi, lantaran nilai rupiah terlihat semakin kecil dengan menghapus 000 atau ribu, seperti Rp 1.800 yang menjadi Rp 1,8 dibulatkan menjadi Rp 2.
Agung, pengusaha Ayam Penyet "Manjur" saat ditemui CNBC Indonesia di tempat dagangannya, kawasan Jl. Kertamukti, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, juga mengaku khawatir pembulatan itu dilakukan penjual bahan baku dagangannya.
Meskipun ia sendiri telah menerapkan pemangkasan nilai rupiah dalam menu dagangannya, seperti ayam penyet sambal hijau Rp 18K dan kol goreng Rp 3K tanpa meletakkan angka 000 atau ribu.
Tapi, ia optimistis, sebagai pelaku usaha, pembulatan tidak akan dilakukan jika memang tersedia nominal yang merepresentasikan nilai terkecil setelah redenominasi. Sebab, tinggal menaruh koma di daftar harga jualnya.
"Pasti lah ada takut kayak gitu, karena masih ada kebingungan. Tapi, ya paling kalau gitu sih ya taruh koma, lebih nya berapa," tutur Agung kepada CNBC Indonesia.
Senada, Juliana Yusuf, Manager Crispy Chop Steak House di kawasan Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat juga menyatakan hal yang serupa. Ia berpendapat redenominasi hanya mengubah angka nominal rupiah, bukan memangkas nilai rupiah seperti saat kebijakan sanering.
"Tidak sampai disalahgunakan oleh pengusaha dengan menaikan harga, karena redenominasi ini cuma merubah angka bukan nilainya," kata pria yang akrab disapa Ijul itu.
Sebaliknya, kalangan konsumen malah khawatir kebijakan redenominasi yang kembali mencuat akan membuat harga-harga naik. Rencana redenominasi ini termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
Di antaranya, Reny (62) ibu rumah tangga yang ditemui di kawasan Tangerang Selatan. Ia menganggap redenominasi akan membuat harga barang naik, karena saat masih adanya pecahan Rp 500 perak saja, pedagang sudah sering membulatkan harga belanjaan di warung-warung atau pasar.
"Kan orang mau belanja repot, kalau yang ganjil-ganjil gimana? ribet itu mah, cari-cari kerjaan. Biasanya kan begitu aja kan, orang di warung-warung aja Rp 500, ah digenapin saja lah, jadi mereka genap-genapin gitu aja nanti, jadi enggak setuju," tutur Reny.
Anis (28) juga mengatakan begitu, sebab ia sendiri mengaku bingung pengganti pecahan Rp 500 dan Rp 200 perak bila nantinya redenominasi menjadikan Rp 1.000 sebagai mata uang terkecil dengan besaran Rp 1.
"Takut juga sih, makanya saya berharap pemerintah harus lebih effort lagi untuk ngamanin harganya, sosialisasi digencarin juga untuk penjual selain konsumen, khawatir juga kayak pedagang-pedagang di pasar malah lonjakin harga seenaknya," ucap Anis.
Isu dampak dari redenominasi rupiah ini sebetulnya juga kembali mencuat dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI dengan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti pada Rabu (15/6/2023).
Saat itu, Destry mengatakan bahwa sebetulnya BI juga berkeinginan kuat supaya redenominasi itu bisa segera direalisasikan karena dampaknya bagi perekonomian akan sangat bagus, termasuk dari sisi efisiensi sistem transaksi, hingga akuntansi.
"Jadi kami persiapan teknis itu sudah sampai ke ritel-ritel, kita pakai price tagging, jadi sudah disiapkan ini harganya Rp 50.00 menjadi Rp 50, sudah sampai ke sana," ucapnya.
Namun, yang menjadi persoalan rumit kata dia adalah mengontrol harga barang ini barangnya sebelum sampai ke pasar. Karena ada potensi permainan perubahan harga saat para produsen mengetahui nominal harganya diperkecil.
"Yang mestinya tadinya harganya Rp 50.000 mestinya one to one kan jadi Rp 50. Tapi bisa aja kalau dia nakal dia jadikannya enggak Rp 50 tapi Rp 75, tapi kan lebih murah nih dari Rp 50.000 tapi kan ini valuenya jadi beda. Ini yang harus kita kontrol di sini," ucap Destry.
Oleh sebab itu, Destry mengatakan, yang menjadi persoalan untuk merealisasikan redenominasi rupiah adalah pengawasan penetapan harga barang. Ini menurut dia harus menjadi perhatian seluruh pihak, baik aparat penegak hukum hingga kementerian atau lembaga.
"Ini enggak bisa BI kerjakan sendiri. Jadi ini melibatkan aparat segala macam, karena mungkin harus ada pengawasan, dari Kemendag juga dan seterusnya. Jadi ini satu proses yang memang butuh persiapan sangat matang," kata Destry.
(fsd/fsd)