
IMF: Perbankan RI Aman, Jauh dari Risiko Sistemik!

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) melihat risiko sistemik di Tanah Air dinilai moderat di tengah tren kenaikan suku bunga yang belum usai.
Kendati moderat, kenaikan suku bunga dapat meningkatkan kerentanan bagi bank dan korporasi. Kredit bermasalah terkonsentrasi pada sektor-sektor yang terpukul parah oleh pandemi. Sektor tersebut a.l. industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta akomodasi.
"Risiko sistemik dinilai moderat dan relatif tidak berubah dibandingkan tahun lalu. Meskipun pertumbuhan kredit mencapai dua digit, kesenjangan kredit terhadap PDB diperkirakan masih negatif, yakni -2% pada kuartal I-2023," tulis IMF dalam Article IV Consultation, dikutip Selasa (27/6/2023).
Meskipun utang swasta atau perusahaan relatif rendah (38,4% dari PDB), analisis IMF terhadap perusahaan yang terdaftar di bursa menunjukkan bahwa perusahaan akan sensitif terhadap peningkatan kumulatif dalam tingkat kebijakan sejak 2022, dengan pangsa utang dipegang oleh perusahaan yang rentan - "debt-at-risk" di mana interest coverage ratio (ICR) kurang dari satu-naik dari 21% menjadi 28%.
Sementara itu, IMF melihat pinjaman bank kepada rumah tangga meningkat dengan kecepatan yang masih di bawah tingkat sebelum pandemi, pertumbuhan harga rumah riil negatif, dan utang rumah tangga terhadap PDB tetap konstan sekitar 17 persen dari PDB selama beberapa tahun.
"Analisis 'risiko pertumbuhan', yang menghubungkan kondisi keuangan makro dengan distribusi probabilitas pertumbuhan PDB riil di masa depan, juga menunjukkan risiko penurunan pertumbuhan yang moderat dan stabil," paparnya.
Dengan risiko stabilitas keuangan terkendali dengan baik, menjaga sikap kebijakan makroprudensial yang secara umum tidak berubah tahun ini, dengan tujuan bergerak ke arah sikap yang lebih netral pada tahun 2024 karena celah kredit menyempit ke nol, sudah tepat.
"Tetapi kenaikan suku bunga dapat meningkatkan kerentanan bagi bank dan korporasi. Kredit bermasalah terkonsentrasi pada sektor-sektor yang terpukul parah oleh pandemi (industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta akomodasi)," katanya.
Dari catatan IMF, bank telah meningkatkan penyisihan kerugian pinjaman 214% dari NPL per Januari, untuk memastikan terhadap risiko kualitas aset sambil menyeimbangkan kembali obligasi pemerintah mereka. portofolio dari available-for-sale (AFS) menjadi hold-to-maturity (HTM) untuk mengurangi kerugian mark-to-market.
Dengan demikian, IMF melihat sistem perbankan Indonesia cukup tangguh, namun kewaspadaan tetap diperlukan untuk memantau risiko kenaikan suku bunga.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Kabar Buruk dari IMF soal Sektor Perbankan, Berani Baca?