Kontrak Berakhir di 2025, Kinerja Vale Harus Dievaluasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta agar Kontrak Karya (KK) PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dievaluasi kembali. Hal tersebut menyusul kontribusi Vale kepada negara selama ini dinilai masih belum optimal.
Bhima menilai perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap kinerja dan kontribusi Vale kepada pemerintah daerah maupun nasional selama ini. Apabila dalam evaluasi ditemukan dampak yang diberikan perusahaan itu masih minim, maka sebaiknya pemerintah melakukan pengakhiran kontrak.
"Memang harus ada evaluasi terhadap kinerja dan kontribusi terhadap pemerintah daerah, terhadap nasional, juga pendapatan pajak, sehingga dimungkinkan kalau evaluasi dilakukan secara objektif ternyata memang dampaknya kecil, maka bisa jadi pengakhiran kontrak," kata Bhima kepada CNBC Indonesia, Senin (26/6/2023).
Setelah itu, pemerintah dapat menyerahkan luasan lahan tambang Vale untuk dapat digarap perusahaan lain atau diambil alih oleh BUMN. Namun yang pasti, Bhima berharap ini dapat menjadi pelajaran bagi perusahaan tambang lainnya yang beroperasi di Indonesia.
"Bahwa kehadiran mereka, pengelolaan lahan dilakukan secara baik gitu, dari HGU yang diberikan itu memberikan manfaat, bukan justru menimbulkan permasalahan menimbulkan efek ekonomi yang terlalu kecil, terutama bagi daerah tempat pertambangan dilakukan," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman menolak secara tegas perpanjangan Kontrak Karya (KK) PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Menurut Andi, sepanjang sejarah Vale berada di Indonesia khususnya di Sulawesi, ia mencatat belum pernah ada masyarakat dari wilayahnya yang menjadi top level management di perusahaan pertambangan nikel tersebut.
Tak hanya itu, Perusahaan Daerah (Perusda) wilayah Sulsel juga tidak boleh melakukan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar untuk aktivitas pertambangan Vale tersebut.
Oleh karena itu, ia menyayangkan sikap perusahaan Vale Indonesia atas daerahnya. Sebab, kontribusi terhadap daerah Sulawesi Selatan juga tidak terlalu besar atau dalam setahun mencapai RP 200 miliar.
"Tidak ada perpanjangan untuk mereka. Kalau langsung dikasih perpanjangan 35 tahun berat kami, karena ketika salah jalur saat gak punya finansial bagus untuk kelolanya 35 tahun menjadi penderitaan bagi kami. Kalau Freeport bisa dilepas (ke Pemprov/Pemda), kenapa ini tidak? kenapa tidak diserahkan ke pemerintah kami," ungkap dia dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VII DPR, Kamis (8/9/2022).
Begitu juga dari sisi wilayah yang ditambang. Berdasarkan data dari Laporan Tahunan 2022, luas wilayah konsesi Vale Indonesia mencapai 118.017 ha yang tersebar di wilayah Bahodopi Sulawesi Tengah (Sulteng), Sorowako Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Pomaalaa & Sua-sua di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dari total wilayah konsesi itu, manajemen VALE mengaku baru mengeksplorasi wilayah operasi 16.000 ha. Tentu, dengan luas konsesi hingga lebih dari 100 ribu hektar realisasi tersebut terbilang rendah.
Sebagaimana diketahui, kontrak PT Vale Indonesia akan habis pada 28 Desember 2025 mendatang. Guna mendapatkan perpanjangan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), perusahaan diwajibkan mendivestasikan sahamnya ke negara melalui MIND ID minimal 51%.
Namun, hingga Juni 2023 ini kepemilikan saham MIND ID di PT Vale Indonesia baru sebesar 20%. Sementara sisanya dimiliki oleh Vale Canada Ltd 43,79%, Sumitomo Metal Mining Co Ltd 15,03%, dan publik 21,18%.
Sementara, apabila MIND ID hanya mengambil 11% lagi, holding BUMN tambang ini hanya akan memegang 31% saham di PT Vale Indonesia. Pasalnya, dari saham publik sebesar 21,18%, lebih dari separuh atau setara 59,47% dikuasai pemodal asing.
(wia)