
BPK: 13 BUMN Terima Suntikan Rp10,49 T Belum Tuntaskan Proyek

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan masalah pemanfaatan dana penyertaan modal negara (PMN) yang telah dikucurkan pemerintah terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ini termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022.
Ketua BPK Isma Yatun mengatakan, dari hasil pemeriksaan pengelolaan PMN di BUMN ini telah ditemukan indikasi tak terselesaikannya pengerjaan proyek-proyek dari PMN yang telah disetorkan pemerintah senilai Rp 10,49 triliun terhadap 13 BUMN.
Pemeriksaan ini meliputi pengelolaan PMN di BUMN pada periode 2020-semester I tahun 2022, termasuk atas dana PMN tahun-tahun sebelumnya yang belum terserap 100%.
"Pekerjaan yang didanai dari tambahan PMN tahun 2015 dan 2016 pada 13 BUMN hingga semester I tahun 2022 sebesar Rp 10,49 triliun, belum dapat diselesaikan," kata Isma Yatun saat penyerahan IHPS II-2022 dalam rapat paripurna DPR, Selasa (20/6/2023).
Nilai PMN yang telah disetorkan namun belum mampu menyelesaikan berbagai pengerjaan proyek itu terdiri dari total nilai aset yang belum produktif karena belum selesai dikerjakan sebesar Rp 10,07 triliun dan belanja operasional yang belum dimanfaatkan sebesar Rp 424,11 miliar.
Akibatnya, aset sebesar Rp10,07 triliun belum dapat digunakan dan tujuan masing-masing kegiatan operasional sebesar Rp 424,11 miliar tidak tercapai, serta terdapat potensi pendapatan yang tidak diterima karena aset belum dapat beroperasi.
"Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Pemerintah agar me-review kembali penggunaan dana PMN dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ucap Isma Yatun.
Temuan lainnya terkait ini adalah proses pencairan tambahan PMN atas penugasan jangka panjang yang diterima oleh PT Hutama Karya (HK) dalam pengusahaan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) lambat.
Oleh sebab itu, BPK merekomendasikan supaya BUMN yang mendapat penugasan jangka panjang dan untuk hajat hidup orang banyak, proyek pekerjaan harus segera dikerjakan tanpa menunggu PMN cair. Untuk pendanaan pekerjaan tersebut, selama tahun 2019-2021 PT HK melakukan bridging pinjaman jangka pendek yang akan dipenuhi setelah PMN cair sebesar Rp4,25 triliun dengan bunga pinjaman sebesar Rp 101,00 miliar.
"Permasalahan tersebut mengakibatkan PT HK menanggung tambahan beban keuangan perusahaan dari tahun 2019-2021 berupa bunga pinjaman jangka pendek sebesar Rp 101,00 miliar dalam rangka memenuhi pendanaan pengusahaan JTTS," tulis BPK dalam IHPS II-2022.
Proyek penugasan JTTS kepada PT HK serta penugasan pemerintah berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak didukung dengan prioritas alokasi PMN, yaitu tidak terdapat pencairan PMN di tahun 2017 dan 2018.
Dengan demikian, PT HK harus menambah jumlah pinjaman sebesar Rp 13,16 triliun dengan beban bunga sebesar Rp2,86 triliun dan PT PLN harus menambah jumlah pinjaman sebesar Rp10 triliun dengan beban bunga sebesar Rp 529,00 miliar.
"Akibatnya, PT HK dan PT PLN menanggung tambahan beban keuangan perusahaan tahun 2017- 2021 masing-masing sebesar Rp2,86 triliun dan Rp529,00 miliar," sebagaimana dikutip dari IHPS II-2022 BPK.
Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengelolaan PMN di BUMN mengungkapkan 10 temuan yang memuat 12 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 10 kelemahan SPI dan 2 permasalahan 3E sebesar Rp10,49 triliun.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! 5 BUMN Dapat PMN 2024 dari Sri Mulyani