
Update Terkini Rencana RI Pangkas Rp 1.000 Jadi Rp 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan DPR maupun DPD tak kunjung membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah. Melalui RUU itu nominal rupiah akan disederhanakan, seperti uang pecahan Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengakui, hingga kini pihaknya secara internal pun belum membahas RUU tersebut. Bahkan, ia menekankan belum ada perkembangan berarti dari rencana itu.
"Sekarang sih kita belum lihat lagi, nanti kita akan lihat dulu. Itu agenda cukup lama. Nanti kita lihat saja, belum ada perkembangan," kata Febrio saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/6/2023).
RUU itu sebetulnya telah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masukkan ke dalam rencana stratgis Kementerian Keuangan 2020-2024. Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020.
Meski sudah hampir memasuki tahun terakhir pengimplementasian rencana strategis itu, yakni pada 2024, pembahasan RUU tak kunjung ada, Febrio memastikan rencana itu belum tentu batal diterapkan.
"Tapi saya belum tahu, nanti kita lihat," tuturnya.
Isu redenominasi rupiah ini sebetulnya juga kembali mencuat dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI dengan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti, Rabu (15/6/2023).
Saat itu, Destry mengatakan bahwa sebetulnya BI juga berkeingnan kuat supaya redenominasi itu bisa segera direalisasikan karena dampaknya bagi perekonomian akan sangat bagus, termasuk dari sisi efisiensi sistem transaksi, akuntansi, hingga pelaporan APBN.
"Kami di BI sebetulnya gemas juga bahwa kita juga akan lebih bagus kalau terjadi redenominasi. Itu juga akan menyederhanakan dengan satuan yang lebih kita cut dan kita sebenarnya sudah siap," kata Destry di Gedung DPD sebagaimana ditayangkan dalam akun Youtube DPD RI.
BI pun menurutnya sudah mempersiapkan dengan matang realisasi itu. Sebab isu redomenasi itu sudah sangat kencang merebak pada 2019, karena saat itu ekonomi sebelum Covid-19 menurutnya sudah relatif stabil.
Stabilnya perekonomian kata Destry merupakan salah satu persyaratan utama untuk menerapkan redenominasi, selain adanya stabilitas politik. Karenanya, sejak itu BI sudah mempersiapkan persoalan teknis pelaksanannya.
"Jadi kami persiapan teknis itu sudah sampai ke ritel-ritel, kita pakai price tagging, jadi sudah disiapkan ini harganya Rp 50 ribu menjadi Rp 50, sudah sampai ke sana," ucapnya.
Persiapan ini sudah dilaksanakan karena, menurut Destry, bagi BI mudah merealisasikan penyederhanaan mata uang rupiah itu. BI tinggal mencetak uang dengan besaran nominal tanpa tiga nol di belakangnya, serta tinggal mengumumkannya ke publik.
Namun, yang menjadi persoalan rumit kata dia adalah mengontrol harga barang sebelum sampai ke pasar. Karena ada potensi permainan perubahan harga saat para produsen mengetahui nominal harganya diperkecil.
"Yang mestinya tadinya harganya Rp 50.000 mestinya one to one kan jadi Rp 50. Tapi bisa aja kalau dia nakal dia jadikannya enggak Rp 50 tapi Rp 75, tapi kan lebih murah nih dari Rp 50.000 tapi kan ini valuenya jadi beda. Ini yang harus kita kontrol di sini," ucap Destry.
Oleh sebab itu, Destry mengatakan, yang menjadi persoalan untuk merealisasikan redenominasi rupiah adalah pengawasan penetapan harga barang. Ini menurut dia harus menjadi perhatian seluruh pihak, baik aparat penegak hukum hingga kementerian atau lembaga.
"Ini enggak bisa BI kerjakan sendiri. Jadi ini melibatkan aparat segala macam, karena mungkin harus ada pengawasan, dari Kemendag juga dan seterusnya. Jadi ini satu proses yang memang butuh perisapan sangat matang," kata Destry.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak! Begini Asal-usul Wacana RI Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1