Ekonomi China Genting, Orang RI Mau Jualan Kemana Lagi?

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Kamis, 15/06/2023 19:15 WIB
Foto: Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/3/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian China sedang mengalami pelemahan saat ini. Namun, di tengah kondisi tersebut, kinerja ekspor Indonesia belum terpengaruh ke negara itu sehingga masih terus meningkat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor non-migas Indonesia ke China pada Mei 2023 masih sebesar US$ 4,78 miliar. Catatan itu masih naik dibandingkan kondisi pada April 2023 yang nilainya sebesar US$ 4,62 miliar.


Porsi ekspor Indonesia ke China dari total ekspor Mei 2023 yang sebesar US$ 21,72 miliar pun masih yang tertinggi, yakni sebesar 23,42%. Setelahnya baru Amerika Serikat yang sebesar 10,05% dengan nilai US$ 2,05 miliar dan Jepang 8,65% senilai US$ 1,77 miliar.

"Jadi tren ekspor ke China secara year on year juga memang belum menunjukkan tren menurun," kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud saat konferensi pers secara daring, Kamis (15/6/2023).

Kendati begitu, dengan pelemahan ekonomi China yang terus terjadi saat ini, BPS tidak bisa memperkirakan seberapa besarnya pengaruhnya terhadap pelemahan ekspor Indonesia ke negara itu ke depan. Sebab, kata Edy, BPS hanya mencatat fenomena data yang sudah terjadi bukan yang akan datang.

"Terkait besaran potensi peranannya perlu pendalaman lebih lanjut barangkali karena BPS sifatnya mencatat data saja, jadi tidak melakukan prediksi dan simulasi," tegasnya.

Demikian juga dengan negara potensial yang bisa menjadi opsi peralihan jika nantinya ekonomi China betul-betul terus melambat. Namun, Edy menilai, ada sejumlah negara potensial yang ekspor RI melesat ke sana pada Mei.

Ia menyebutkan, diantaranya Amerika Serikat yang pada Mei 2023 nilai ekspornya naik US$ 475,9 juta pada Mei 2023. Negara itu paling banyak menyerap barang seperti pakaian dan aksesorisnya baik rajutan dan bukan, serta mesin dan peralatan mekanis.

Lalu ekspor Indonesia juga naik pesat ke Jepang pada Mei 2023 sebesar US$ 368,4 juta. Negara itu menyerap komoditas seperti logam mulia, perhiasan atau permata, nikel dan barang daripadanya, serta kendaraan dan bagiannya.

Terakhir adalah Filipina. Ekspor Indonesia ke sana pada Mei 2023 naik hingga US$ 141,2 miliar. Paling banyak untuk komoditas seperti kendaraan dan bagiannya, bijih, terak, dan abu logam, serta berbagai makanan olahan.

"Dari data tadi adalah ke AS, Jepang, dan Thailand yang berpotensi menjadi negara-negara tujuan alternatif barangkali kalau kita gunakan data itu," kata Edy.

Melemahnya ekonomi China sudah ditandai dengan langkah Bank sentral China (People's Bank of China/PboC) kembali memangkas suku bunga acuannya. Kali ini untuk suku bunga jangka menengah tenor 1 tahun sebesar 10 basis poin menjadi 2,65%.

Meski pemangkasan ini menjadi yang pertama dalam 10 bulan terakhir, langkah PBoC itu tidak terlalu mengejutkan, sebab dua hari lalu PBoC sudah memberi kode. Saat itu PBoC mengejutkan pelaku pasar dengan suku bunga seven-day reverse repo sebesar 10 basis poin menjadi 1,9%.

Dua pelonggaran moneter yang dilakukan dalam dua hari menunjukkan perekonomian China sedang dalam masalah. Data terbaru bahkan menunjukkan tingkat pengangguran muda (usia 16 - 24 tahun) melonjak lagi ke rekor tertinggi sepanjang masa 20,8% pada Mei.

Rekor sebelumnya tercatat sebesar 20,4% pada April. Hal ini menunjukkan pemuda di China kesulitan mendapat pekerjaan. Padahal, kebanyakan dari mereka merupakan lulusan universitas, yang tentunya menyandang gelar akademik, misalnya sarjana.

Data ekonomi dari China terus mengecewakan dalam beberapa hari terakhir. Sektor manufaktur mengalami kontraksi yang dalam, kemudian impor anjlok. Data terakhir menunjukkan pertumbuhan penjualan ritel dan produksi industri yang lebih rendah dari ekspektasi pasar.

Michael Pettis, profesor finansial Guanghua School of Management di Peking University yang berlokasi di Beijing bahkan memprediksi pertumbuhan China tidak akan lebih tinggi dari 2% - 3% dalam beberapa tahun ke depan jika melakukan penyeimbangan ekonomi.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga Beras Naik Bikin Inflasi Juli 2025 Tembus 2,37% (yoy)