Internasional

Awas Bencana Baru di Laut China Selatan, Biang Keroknya AS

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Kamis, 15/06/2023 07:00 WIB
Foto: Kepulauan Marshall (AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengujian senjata nuklir oleh Amerika Serikat (AS) pada tahun 1940-an dan 1950-an disebut menjadi penyebab atas tingkat radioaktivitas yang lebih tinggi dari rata-rata ribuan kilometer jauhnya di Laut China Selatan (LCS).

Setelah lebih dari satu dekade penelitian, para ilmuwan mengatakan mereka telah menemukan bukti terakhir bahwa pengujian senjata nuklir AS di Kepulauan Marshall selama Perang Dingin mencemari seluruh jalur perairan tersebut.

Tim ilmuwan yang dipimpin oleh Peng Anguo, seorang profesor di University of South China, menuangkan hasil studi mereka tersebut melalui jurnal yang diterbitkan dalam bahasa China peer-review Environmental Chemistry (Kimia Lingkungan).


Menurut penelitian baru-baru ini, polutan radioaktif dari uji coba Pacific Proving Ground (PPG) AS telah menyebar ke seluruh LCS, dibawa oleh arus laut sejauh 3.000 mil (5.000 km).

Studi lebih lanjut mengungkapkan bahwa polutan ini, terutama isotop plutonium dalam sedimen laut, masih ada di wilayah tersebut saat ini, termasuk di daerah yang sebelumnya belum dipetakan di bagian selatan jalur air.

"Mengingat bahwa China dan negara-negara lain memiliki klaim yang tumpang tindih atas pulau, terumbu karang, dan fitur lainnya di Laut China Selatan, temuan studi tersebut dapat meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut," tulis South China Morning Post (SCMP), mengutip laporan studi tersebut, dikutip Kamis (15/6/2023).

Antara tahun 1946 dan 1958, AS melakukan 67 uji coba nuklir di PPG di Kepulauan Marshall. Hasil totalnya adalah 210 megaton TNT, yang setara dengan lebih dari dua bom seukuran Hiroshima setiap dua hari, menurut beberapa perkiraan ilmiah.

Tes-tes ini, yang melibatkan ledakan atmosfer dan bawah air, melepaskan sejumlah besar bahan radioaktif seperti plutonium, cesium, dan strontium. Angin dan arus laut kemudian membawa bahan-bahan tersebut ke daerah lain di kawasan Pasifik.

Uji Coba Nuklir China

Selain AS, penting juga untuk dicatat bahwa China melakukan serangkaian uji coba nuklir sepanjang tahun 1960-an dan 1980-an, yang dampaknya juga harus diperhitungkan.

Namun, sebagian besar pengujian mereka dilakukan di China daratan daripada di laut. Ada juga bukti bahwa China juga meningkatkan lebih banyak uji coba nuklir di Xinjiang.

Menurut seorang ahli ilmu lingkungan kelautan yang berbasis di Beijing, China berpotensi berkolaborasi dengan negara-negara seperti Kepulauan Marshall untuk meminta pertanggungjawaban AS atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh uji coba nuklir mereka.

Pakar, yang bukan bagian dari studi awal, menyatakan bahwa ada alasan yang sah bagi China untuk bersatu dengan negara lain dan menuntut kompensasi atas efek negatif dari tes ini.

"Ada pertanyaan tentang legalitas dan etika tes. Ini dapat memberikan dasar bagi negara-negara yang terkena dampak untuk mencari kompensasi," kata pakar tersebut, yang meminta namanya untuk tidak disebutkan karena sensitivitas politik.

Pada tahun 1986, AS melembagakan pengadilan klaim nuklir yang sejak itu memberikan lebih dari US$2 miliar sebagai kompensasi kepada penduduk Kepulauan Marshall atas kerusakan kesehatan dan harta benda mereka.

Namun, ada kekhawatiran kompensasi yang diberikan dianggap tidak cukup karena konsekuensi lingkungan dan kesehatan yang luas dan luas. Selain itu, pendukung tertentu mendesak pembayaran tambahan untuk mengatasi efek eksperimen yang sedang berlangsung.

Ahli lain yang diwawancarai SCMP menyebut menjadi tantangan untuk membangun hubungan yang pasti antara tes PPG dan dampaknya terhadap lingkungan atau kesehatan seiring berjalannya waktu. Dia juga menyebutkan bahwa efek dari tes ini masih dalam penyelidikan, dan pihaknya belum memiliki pemahaman yang lengkap tentangnya.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Gerak Cepat RI Dorong Kesepakatan CoC Demi Atasi Sengketa LCS