Money Talks on Location

Utang RI Tiba-tiba Naik Tinggi Buat Apa? Ini Jawabannya!

Arrijal Rachman & Choirul Anam, CNBC Indonesia
14 June 2023 13:52
Pengamat Ekonomi Yanuar Rizki (kiri), Anggota Komisi IX DPR RI Eriko Sotarduga (kedua kiri), dan Direktur SUN DJPPR Kementerian Keuangan Deni Ridwan (kedua kanan) saat menghadiri acara CNBC Indonesia 'Money Talks On Location' di Jakarta, Rabu (14/6/2023). Acara 'Money Talks On Location' kali ini membahas topik tentang
Foto: (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tercatat dalam sejarah sebagai rezim paling doyan utang dengan capaian sebesar Rp 7.849,89 triliun hingga April 2023 atau dengan rasio 38,15% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) , naik tiga kali lipat dari awal memerintah pada 2024.

Lantas untuk apa utang Indonesia yang terus melambung itu?

Direktur SUN DJPPR Kementerian Keuangan Deni Ridwan menjelaskan, pada 2022 belanja negara sebesar Rp 3.106,4 triliun, defisit APBN 2022 ditutup dengan Rp 464,3 triliun atau dipresentasikan dengan 2,38% dari PDB.

Nah, belanja pemerintah yang mencapai Rp 3.106,4 triliun tersebut, kata Denny terbesar peruntukannya untuk melindungi masyarakat yang rentan lewat berbagai macam subsidi.

"Kalau belanja pemerintah yang sebesar Rp 3.000 triliun, apa sih yang paling besar? Subsidi energi yang terbesar," jelas Deni di acara CNBC Indonesia Money Talks On Location 2023, Rabu (14/6/2023).

Seperti diketahui, pada 2022 harga minyak dunia melambung tinggi, sehingga pemerintah harus menggelontorkan anggaran subsidi energi, dari semula Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun.

Demi menjaga daya beli masyarakat, pemerintah memutuskan untuk menahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) demi untuk meringankan masyarakat, agar berbagai bahan kebutuhan tidak melonjak.

Sehingga, kata Deni, bisa saja pemerintah tidak menambah utang, namun dampaknya ke masyarakat sangat besar. Pada akhirnya, jika kebijakan zero debt atau utang Rp 0 itu diterapkan, perekonomian tidak bisa bergerak.

"Jadi, kalau melihat tahun lalu dan mau gak nambah utang, hilangkan subsidi. Secara ekonomi bisa, tapi faktanya luar biasa (Dampaknya)," jelas Deni.

"Kita saat ini memiliki bonus demografi, pertumbuhan usaha muda. Sehingga harus menyiapkan sekarang 10 tahun lalu, kita harus menyiapkan generasi muda bisa tumbuh optimal dengan kesehatan, asupan makanan yang baik dan sebagainya," kata Deni lagi.

Belanja negara juga dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur, bukan hanya infrastruktur jalan, airport, atau pelabuhan, tapi juga untuk pengadaan air bersih, internet, listrik. Yang pada akhirnya untuk menggerakkan perekonomian.

Anggota Komisi XI DPR RI fraksi PDI Perjuangan Eriko Sotarduga menambahkan, cara negara mengelola utang dan belanja negara juga selalu diawasi oleh lembaga legislatif.

"Kenyataannya bagus ter-manage (terkelola) dengan baik dan itu dibuktikan menteri keuangan kita (Sri Mulyani) salah satu menkeu terbaik di dunia," jelas Eriko dalam kesempatan yang sama.

Pun, menurut Eriko posisi utang Indonesia saat ini yang mencapai Rp 7.849,89 triliun hingga April 2023, Indonesia mampu membayar utangnya.

"Yang penting bagaimana manage antara utang dan kemampuan kita bayar utang itu yang paling penting. Ini sebenarnya kita harus buah cakrawala berpikir kita," kata Eriko lagi.

Pada kesempatan yang sama, Pengamat Ekonomi Yanuar Rizky juga menyampaikan, jika ditelisik berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara, batas maksimal rasio utang disebutkan sebesar 60% terhadap PDB.

"Kita belum sampai ke sana. Bahkan kalau kita ngomong menggunakan itu untuk mengatakan aman, itu benar," ujar Yanuar. 


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Utang RI Turun Rp29 T April 2023, Kini Tersisa Rp7.849,8 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular