
Jurus Sri Mulyani Bagi-bagi kekayaan RI, Dijamin Untung!

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kepemilikan surat berharga negara (SBN) kini didominasi oleh investor dalam negeri.
Deni Ridwan, Direktur SUN DJPPR, menegaskan sebanyak 80% SBN kini dikuasai oleh investor dalam negeri. Bahkan, peminatnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Sebelum pandemi, 39% SBN dibeli oleh investor asing. Sekarang tinggal 20% jadi 80% SBN kita dinikmati oleh domestik," kata Deni dalam acara Money Talks, Rabu (14/6/2023).
Tidak hanya itu, setiap tahunnya pemerintah mengalokasikan ratusan triliun untuk membayar bunga SBN. Kemenkeu menyiapkan Rp 400 triliun untuk pembayaran bunga. Nilai ini, lanjutnya, dimanfaatkan langsung oleh rakyat Indonesia.
"Itu Rp 400 triliun itu untuk pembayaran bunga. Jadi trennya dari Rp 400 triliun berapa yang bisa dimanfaatkan oleh rakyat kita," kata Deni.
"Jadi Rp 400 triliun itu yang nikmatin siapa? yang kita-kita juga." Dari nilai tersebut, Deni mengakui 20% dinikmati perbankan. Namun harus dicatat, SBN pemerintah juga membantu perbankan di saat pandemi.
Ketika masa pandemi 2020-2021 saat ekonomi sedang stop, perbankan tidak bisa menyalurkan kredit dan yang punya kredit gak bisa bayar. Inilah saat di mana posisi SBN sangat membantu perbankan membayarkan bunga hingga memberikan kredit.
SBN untuk Rakyat
Deni menegaskan bahwa investasi di SBN menghasilkan bunga yang lebih tinggi dari deposito, yakni sekitar 6%. Dia berharap hal ini disadari oleh masyarakat.
"Tapi kalau masyarakat tidak teredukasi secara finansial, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin susah," tegasnya. Padahal, dia berharap ke depannya semakin banyak masyarakat punya SBN sehingga masyarakat punya manfaatnya.
Dengan demikian, Deni menegaskan SBN bisa menjadi alat negara untuk distribusi kekayaan. Artinya, utang bukan sesuatu yang harus dilihat negatif dalam hal ini.
Pengamat Ekonomi Yanuar Rizki menegaskan bahwa kritik terhadap utang adalah hal yang old school alias ketinggalan zaman. Menurutnya, pendekatan ekonomi harus datang dari uang real.
"Ini rezim monetaris. Mengatakan bahwa uang bekerja menciptakan uang baru. Nanti utang menjadi oldschool...Pendekatan ekonomi datangnya dari uang real. Kalau di pasar keuangan itu jadi berapa," kata Yanuar.
Jika hal ini tidak dipahami, akhirnya kritik terhadap utang menjadi: "Yang kaya tetap kaya, yang miskin tetap miskin."
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Cari Dana Masyarakat Rp160 T Pada 2024, Baru Dapat Rp64 T